Jakarta - Ketiga calon gubernur Pilkada DKI Jakarta 2024 menjawab isu kesetaraan gender dalam mewujudkan Jakarta sebagai kota global dengan mendirikan sekolah untuk perempuan, transparansi peluang kerja, hingga bursa kerja.

Program kerja untuk mengatasi isu ketimpangan gender yang akan dilaksanakan oleh masing-masing calon gubernur itu disampaikan dalam debat pertama Pilkada DKI Jakarta 2024 di JI-Expo Kemayoran, Jakarta, Minggu.

Calon gubernur nomor urut 1 Ridwan Kamil memaparkan sejumlah program yang akan dilaksanakan pasangan Ridwan Kamil-Suswono (RIDO), salah satunya mendirikan sekolah perempuan untuk ibu-ibu di balai RT.

"Ketimpangan gender ini kuncinya adalah pendidikan. Kita ada program sekolah perempuan buat emak-emak, dan ibu-ibu, sekolahnya di balai RT, kurikulumnya soal ekonomi keluarga, keharmonisan keluarga dan sebagainya," kata Ridwan

Kurikulum dalam sekolah perempuan itu, kata Ridwan, mencakup ekonomi keluarga, keharmonisan keluarga, hingga soal politik untuk perempuan.

Selain sekolah, Ridwan menganggap perempuan juga perlu mendapat pemberdayaan dengan program kredit tanpa bunga dan tanpa agunan secara berkelompok yang terdiri dari lima orang.

Kemudian, calon gubernur nomor urut 2 Dharma Pongrekun mengatakan bahwa pondasi dari kesetaraan, termasuk pada gender adalah adab. Menurut Dharma, tanpa adab, kebijakan yang diambil pemerintah tidak akan pernah adil.

"Mari kita kembali menjaga adab supaya kita dapat bersikap adil sehingga kebijakan-kebijakan yang dirasakan tidak membuat perasaan rakyat tidak adil," kata Dharma.

Kemudian, Ia menilai bahwa Dinas Tenaga Kerja Provinsi DKI Jakarta harus mengumumkan secara transparan peluang kerja yang ada dan dibagi sesuai persentase.

Sedangkan, calon gubernur nomor urut 3 Pramono Anung menjanjikanjob fairatau bursa kerja setiap tiga bulan sekali yang dilaksanakan di kantor kecamatan.

"Tugas kantor kecamatan nanti menjadi balai latihan kerja, terutama bagi wanita," kata Pramono.

Pramono juga akan menghapus syarat minimal lulusan SLTA untuk petugas Penanganan Prasarana dan Sarana Umum (PPSU) wanita. Menurut dia, persoalan wanita dalam bekerja adalah syarat tersebut, padahal kenyataannya mereka banyak yang tidak lulus tingkat SLTA.

Ia hanya akan mensyaratkan wanita atau perempuan bisa membaca dan menulis untuk mendaftar sebagai petugas PPSU, sehingga mereka bisa memiliki penghasilan yang cukup minimal setara Upah Minimum Regional (UMR).

Baca Juga: