Bansos dari pemerintah sangat penting untuk mendukung keberlangsungan hidup masyarakat kurang mampu. Apalagi dengan pandemi Covid-19 yang tidak hanya menimbulkan krisis kesehatan, tapi juga krisis ekonomi.

Di Indonesia sendiri, proses penyaluran bansos masih belum optimal. Bahkan, pada masa pandemi Covid-19, ada pihak-pihak yang memanfaatkan dana bansos untuk kepentingan pribadi.

Pengamat kebijakan publik, Trubus Rahardiansyah, mengatakan penyaluran bansos pada tahun kedua pandemi Covid-19 di Indonesia masih belum optimal. Data yang belum akurat masih menjadi masalah yang belum terselesaikan.

"Penyaluran bansos ini belum banyak perubahan terutama soal akurasi data. Datanya masih amburadul," ujar kepada Koran Jakarta, Jumat (3/9). Dia menambahkan, akurasi data sangat penting apalagi ketika pandemi banyak masyarakat yang terdampak.

Trubus menyebut perlu ada pijakan data yang bisa menaungi masyarakat-masyarakat yang membutuhkan dana bansos. Menurutnya, Nomor Induk Kependudukan (NIK) atau E-KTP sebagai dasar data bansos belum cukup sebab banyak masyarakat tidak mampu yang masih belum memilikinya. "Kalau datanya dari NIK, banyak yang masih tidak punya NIK. EKTP juga banyak orang tidak punya. Pemerintah juga tahu itu," jelasnya.

Lebih jauh, Trubus menerangkan data penerima bansos saat ini berdasarkan pengajuan pemerintah daerah ke pemerintah pusat dalam hal ini adalah Kementerian Sosial (Kemensos). Menurutnya, pemerintah pusat perlu memverifikasi data yang diajukan.

Dia menilai komitmen daerah dalam pengajuan data ini berbeda-beda. Ada saja daerah yang malas memperbaharui data sehingga penyalurannya tidak sesuai. Belum lagi, masih ada kepala daerah yang memprioritaskan warga yang mendukungnya saat pilkada.

"Kepala daerah dipilih rakyatnya. Jadi yang memilih dia dimasukkan. Kalau tidak, tidak dimasukkan. Biasanya begitu," terangnya.

Trubus menyarankan perlu ada anggaran khusus dari pemerintah pusat ke pemda untuk memperbaharui data. Dengan begitu, setiap tahunnya ada pembaruan data dari pemda.

Baca Juga: