JAKARTA -- Hingga 2020, sekitar 3,7 juta orang di Indonesia mengalami kebutaan yang disebabkan oleh beberapa kondisi medis tertentu seperti katarak, kelainan refraksi, glaukoma, retinopati diabetik hingga kelainan kornea. Persatuan Dokter Spesialis Mata Indonesia (Perdami) memperkirakan 1 dari 1000 penduduk di Indonesia atau 270 ribu dari 270 juta masyarakat mengalami kebutaan akibat kelainan kornea.

Kornea adalah lapisan transparan di bagian terluar mata yang berfungsi untuk melindungi mata dari paparan benda asing, menyaring sinar UV yang masuk ke mata dan mengatur fokus terhadap cahaya. Ketika kornea mengalami kerusakan atau terkena suatu penyakit, maka penglihatan dapat mengalami gangguan dengan gejala ringan hingga parah atau bahkan kebutaan.

Coordinator Cornea, Indonesian Society of Cataract and Refractive Surgery (INASCRS) dan Sekretaris, Indonesia Cornea Society (INACORS) Dr. Sharita R. Siregar, Sp.M (K), MD, menjelaskan, kerusakan pada kornea dapat disebabkan oleh beberapa factor. Namun penyebab umumnya adalah degenerasi kornea, kelainan genetik, infeksi dan trauma.

"Jika kornea menjadi keruh, mata sensitif terhadap cahaya (photophobia), mata terasa perih, dan banyak mengeluarkan air mata, maka segera periksakan diri dan konsultasi ke dokter untuk mendapatkan diagnosis dan penanganan lebih lanjut," ujar dia dalam acara The 7th Indonesian Society of Cataract and Refractive Surgery (INASCRS) Biennial Meeting di Jakarta pada hari Jumat (27/9).

Ia memaparkan, kebutaan dapat menurunkan kualitas hidup dan produktivitas seseorang karena ketidakmampuan untuk melihat akan menyebabkan keterbatasan dalam menjalani aktivitas sehari-hari, kesulitan dalam menjalani pendidikan, keterbatasan dalam meraih peluang kerja. Bukan hanya itu keadaan ini meningkatkan risiko terjadinya gangguan mental karena keterbatasan mobilitas dan aksesibilitas menimbulkan perasaan terisolasi dari masyarakat.

"Transplantasi kornea atau keratoplasti menjadi harapan baru bagi mereka yang mengalami kebutaan akibat kerusakan kornea untuk dapat kembali melihat dunia melalui suatu prosedur bedah untuk mengganti lapisan kornea yang rusak atau sakit dengan kornea sehat dari donor," ujar dia.

Sebelum melakukan tindakan transplantasi mata, pasien diharuskan untuk berkonsultasi terlebih dahulu ke dokter spesialis mata subspesialis kornea, lensa dan bedah refraktif. Hal ini berperan pengujian lebih lanjut dan untuk memastikan apakah terapi diperlukan.

"Secara garis besar transplantasi kornea terbagi atas transplantasi kornea total (penetrating keratoplasty), di mana seluruh lapisan kornea diganti dengan yang baru, dan transplantasi kornea sebagian (lamellar keratoplasty), di mana hanya sebagian lapisan kornea yang terganggu akan diganti," ungkapnya.

Advisors INASCRS dan Ketua INACORS Dr. dr. Johan A. Hutauruk, Sp.M (K), MD, mengatakan, kebutuhan akan donor kornea sangat tinggi di Indonesia. Namun, kurangnya edukasi dan kesadaran untuk menjadi donor kornea serta keterbatasan fasilitas kesehatan yang memadai menyebabkan kesenjangan antara kebutuhan dan ketersediaan donor kornea.

"Sebagai perhimpunan dokter spesialis katarak dan bedah refraktif, kami memiliki visi untuk menurunkan angka kebutaan akibat katarak dan kerusakan kornea di Indonesia melalui berbagai program, pelatihan dan kerjasama penelitian bagi para anggota kami," ucapnya.

The 7th Indonesian Society of Cataract and Refractive Surgery (INASCRS) Biennial Meeting merupakan salah satu program dari INASCRS. Kegiatan ini bertujuan mempromosikan pengembangan kesehatan mata melalui pertukaran teknologi inovatif, penelitian, dan praktik, serta pembangunan kapasitas, khususnya untuk dokter mata muda.

Tahun ini, pertemuan INASCRS dilaksanakan bersamaan dengan The 9th Asia Cornea Society (ACS) Biennial Scientific Meeting 2024. Acara ini bertujuan untuk menyediakan sarana pembelajaran dan kolaborasi antar dokter spesialis mata untuk mendorong pertumbuhan ekosistem oftalmologi yang akan membantu mengatasi tantangan dalam meningkatkan jumlah ahli bedah kornea di Indonesia.

Dalam acara pertemuan tersebut, INASCRS dan ACS juga menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) yang meliputi kerjasama khususnya dalam pertukaran ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang kornea, melakukan penelitian bersama, meningkatkan akses ketersediaan donor kornea di Indonesia dan menandai dimulainya afiliasi dalam penyediaan, pelatihan, dan informasi terkait kornea.

"Selain itu, melalui Indonesian Cornea Society (INACORS) yang merupakan organisasi khusus kornea di bawah naungan INASCRS dan Persatuan Dokter Mata Indonesia (PERDAMI), kerjasama ini akan menginisiasi pengumpulan dan pelatihan dokter mata yang memiliki ketertarikan di bidang bedah kornea sehingga dapat meningkatkan jumlah dokter spesialis bedah kornea di Indonesia," imbuh dr. Johan.

Secretary General, Asia Cornea Society (ACS) Prof. Donald Tan, mengatakan, pihaknya sangat senang dapat menjadi tuan rumah bersama INASCRS. Forum internasional ini membahas tantangan mendesak terkait kebutaan kornea dan masalah kornea di Asia.

"Melalui kerjasama dengan INASCRS, kami berharap dapat memfasilitasi para dokter spesialis mata untuk saling berbagi ilmu dan memperluas jaringan internasional dalam mendorong transformasi dan memperbarui lanskap perawatan medis untuk kornea di Indonesia pada khususnya dan di Asia pada umumnya," ucapnya.

Ia menambahkan upaya kolaboratif antar berbagai pihak mulai dari penyedia layanan kesehatan hingga komunitas sangat penting. Dengan bekerja sama maka dipercaya dapat memaksimalkan transplantasi kornea di Indonesia.

"Dengan mengatasi tantangan ketersediaan donor, meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap kesehatan mata, dan meningkatkan akses ke layanan kesehatan, diharapkan angka kebutaan akibat kerusakan kornea dapat diturunkan dan setiap orang akan memiliki kesempatan untuk melihat," ujar dia.

Baca Juga: