Sejumlah analis mengatakan bahwa kehadiran tentara Korut dalam perang Russia melawan Ukraina tak hanya akan meningkatkan risiko keamanan di Asia dan Eropa saja, namun juga risiko keamanan internasional.

PARIS - Pengerahan pasukan Korea Utara (Korut) untuk membantu Russia dalam perang melawan Ukraina tidak semata berdampak signifikan pada pertempuran di lapangan, tetapi dapat mempengaruhi kepentingan keamanan di Asia, Eropa, dan tempat lain, kata para analis.

Meningkatnya hubungan militer antara Moskwa dan Pyongyang menjadi perhatian utama bagi Amerika Serikat (AS) dan NATO, sementara Presiden Russia, Vladimir Putin, terus maju dengan upayanya untuk membangun aliansi anti-Barat.

"Konflik ini menjadi konflik internasional," kata Pascal Dayez-Burgeon, pakar Korut dan mantan diplomat Prancis di Seoul. Namun, meski ia mengatakan ia memahami kekhawatiran Barat tentang risiko kemungkinan meluasnya perang, yang kini telah memasuki tahun ketiga, ia meremehkan ancaman langsung apapun terhadap arsitektur keamanan global.

"Pada kenyataannya, saya merasa sulit melihat Korut menghadirkan ancaman eskalasi," kata dia, seraya menyebut Korut sebagai sebuah kediktatoran kecil.

Pada 25 Oktober lalu, Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy, memperingatkan bahwa Russia berencana untuk mengirim pasukan Korut ke medan perang melawan negaranya paling cepat pada tanggal 27 Oktober. Zelenskyy pun mengklaim Korut sedang melatih 10.000 tentara untuk mendukung Russia. Korea Selatan (Korsel), NATO, dan AS, juga mengklaim ribuan tentara Korut sudah berlatih di Russia.

Pada 24 Oktober lalu, anggota parlemen Russia memberikan suara bulat untuk meratifikasi perjanjian dengan Korut yang mengatur bantuan bersama jika salah satu pihak menghadapi agresi. Sedangkan Korsel memperingatkan pihaknya tidak akan tinggal diam atas pengerahan pasukan oleh Korut itu.

"Kita tidak lagi berada dalam konflik antara Russia dan Ukraina, tetapi antara Russia, Korut, dan Ukraina," kata Marie Dumoulin dari Dewan Eropa untuk Hubungan Luar Negeri.

Namun para analis mengatakan tidak jelas bagaimana pasukan Korut akan digunakan dalam apa yang telah menjadi perang gesekan Russia melawan Ukraina, dan menambahkan pasukan Korut tidak memiliki pengalaman tempur.

"Saya tidak yakin bahwa pengiriman beberapa ribu tentara Korut, yang tingkat pelatihannya tidak kita ketahui, akan membuat banyak perbedaan di medan perang dalam hal operasional," kata Dumoulin.

"Bagaimanapun, 10.000 tentara bukanlah jumlah yang banyak," kata Isabelle Facon dari Yayasan Penelitian Strategis yang berpusat di Prancis.

Kemitraan Strategis Baru

Russia memiliki sejarah panjang hubungan dengan Korut. Moskwa dan Pyongyang semakin dekat sejak invasi Ukraina pada tahun 2022, dengan Seoul dan Washington DC mengklaim Korut telah mengirim senjata untuk digunakan dalam konflik tersebut.

Para analis mengatakan kemitraan strategis baru antara Moskwa dan Pyongyang sejalan dengan upaya Putin untuk membentuk kembali arsitektur keamanan global dan membangun aliansi untuk melemahkan dominasi AS.

Namun jika kedua Korea terlibat dalam masalah Ukraina, hal ini akan mempengaruhi keamanan di Semenanjung Korea, kata para analis. "Kancah konflik di Ukraina berisiko menjadi ujian langsung pertama bagi kemampuan militer Korea sejak gencatan senjata 1953," tulis Darcie Draudt-Vejares, seorang pakar Korea di Carnegie Endowment for International Peace.

"Perkembangan ini dapat mengubah keseimbangan keamanan di Semenanjung Korea secara mendasar, terutama jika Korut memperoleh pengalaman tempur sambil menguji sistem persenjataan canggihnya," tegas dia.AFP/I-1

Baca Juga: