Proses elektrolisis dimulai dari air diurai menjadi oksigen dan hidrogen, dengan bantuan listrik. Tidak melulu memakai listrik bebas emisi bisa dengan listrik emisi karbon. Hidrogen hanya bersifat berkelanjutan, jika listrik yang digunakan berasal dari energi terbarukan. Jadi misalnya energi angin atau surya. Hanya dengan cara itu, hidrogen bebas emisi CO2.
Menurut ahli ilmu ekonomi, Claudia Kemfert, hijau yang ramah lingkungan dan berkelanjutan artinya Hidrogen itu diproduksi menggunakan energi terbarukan. Akan tetapi bagaimana jika sebuah negara tidak bisa memenuhi sendiri kebutuhan Hidrogen Hijau-nya? Di Jerman, angin dan matahari tidak membangkitkan cukup energi. Jadi diperkirakan, hingga 2050 Jerman harus mengimpor sekitar 45 juta ton hidrogen.
Sementara itu, yang harus diperhatikan dalam hal tersebut ialah lokasi yang ditempuh oleh transportasi, baik menggunakan kapal atau pipa, tidak boleh menyebabkan kerusakan tambahan bagi lingkungan. Berkaitan dengan itu, menurut Alexander Esser, kita butuh sistem sertifikasi global, untuk bisa membuktikan, hidrogen ini dibuat dari listrik yang 'hijau'. Sistem sertifikasi seperti itu belum ada, dan kesepakatan belum tercapai.
Selain itu, biaya juga jadi rintangan dalam peralihan cepat menuju Hidrogen Hijau. "sampai saat ini, dalam kerangka peraturan yang sedang berlaku, jika dibandingkan antara Hidrogen Hijau atau Biru, dengan energi dari fosil, hidrogen sumber energi yang sangat mahal," kata Direktur perusahaan asal Jerman, NOW, Kurt-Christoph von Knobelsdorff.
Perlu diketahui, semakin banyak energi terbarukan diproduksi, semakin murah harga Hidrogen Hijau. Menurut perkiraan, hingga 2030 harganya akan turun 50%. Tapi sekarang hidrogen di Uni Eropa belum diproduksi dalam jumlah besar. Para ahli memperkirakan, hidrogen yang biru, jadi yang CO2nya disimpan saat produksi, tetap jadi proses penting dalam beberapa tahun ke depan.