Perundingan Indonesia dan Vietnam terkait batas laut kedua negara dinilai kerap merugikan nelayan dalam negeri.

JAKARTA - Perundingan dimulai sejak 2010, namun masalahnya belum ditangani dengan baik. Penangkapan ikan ilegal oleh Vietnam tak pernah berhenti.

Pada Juni 2022, TNI AL menangkap kapal nelayan dari Vietnam yang menerobos masuk perairan Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) Indonesia. Berdasarkan informasi yang disampaikan Indonesia Ocean Justice Inetiative (IOJI), illegal fishing Vietnam itu dianggap sebagai tindakan resmi pemerintah Vietnam disebabkan tindakan pengawalan yang dilakukan oleh kapal patroli KN 268.

Manajer program IOJI, Jeremia Humolong Prasetya, menunjukkan pemerintah Vietnam dinilai telah melanggar kewajiban saling menghormati terhadap hak berdaulat di ZEE Indonesia.

Tim teknis telah dibentuk pemerintah untuk menyelesaikan masalah penetapan batas ZEE, terakhir kali tim tersebut bertemu dengan pihak Vietnam pada 14-16 Juli 2022. Masalahnya, terdapat pada pembagian wilayah yang begitu besar dari Indonesia untuk menyelesaikan masalah berulang selama puluhan tahun tersebut. Namun, kelihatannya banyak institusi yang penting belum pernah dilibatkan dalam perundingan tersebut dan terlihat kalau kepentingan rakyat tidak diperhatikan juga.

Sekarang, isu perundingan penetapan batas ZEE RI-Vietnman telah menjadi perhatian masyarakat dan para tokoh bersikap terhadap isu yang serius itu.

Pengamat Hubungan Internasional dari Universitas Tanjungpura, Yulius Yohanes, baru-baru ini menyebut pertemuan kedua pihak mencapai kesepakatan untuk menyempurnakan salah satu titik koordinat garis batas ZEE yang diusulkan Indonesia.

Dengan penyempurnaan tersebut, terbentuk sekitar 6.500 kilometer persegi remaining area. Vietnam, jelasnya, berupaya mendapatkan keuntungan yang lebih besar dalam perundingan itu, sehingga tidak menguntungkan Indonesia. "Ini bukan perundingan yang saling menguntungkan," kata Yulius.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Serikat Nelayan Indonesia (SNI), Budi Laksana, mengatakan perundingan itu berpeluang besar merugikan Indonesia terutama nelayan. Jika dilihat dari beberapa poin yang ada, wilayah Tanah Air yang menjadi tempat sengketa turun ke Selatan sekitar 65 persen dari klaim unilateral kedua negara.

"Itu berarti Indonesia kehilangan wilayah, hak berdaulat kita dirugikan, daerah penangkapan ikan diperkecil sehingga sumber daya perikanan dikurangi, kehidupan nelayan kita akan lebih sulit," kata Budi.

Apabila pemerintah mengambil posisi konsesi, otomatis area penangkapan ikan yang biasa dimanfaatkan nelayan menjadi berkurang. Hal itu berakibat pada menurunnya tangkapan ikan yang bisa dimanfaatkan oleh nelayan, kehidupan mereka akan lebih sulit dari sebelumnya dan berdampak pada pendapatan negara dari sektor maritim.

Pemerintah kata Budi seakan ingin menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia merupakan negara berdaulat yang ingin bekerja sama dengan semua tetangganya. Tapi di satu sisi ia menilai kalau langkah itu keliru karena mengabaikan kehidupan warganya sendiri.

Tak Bisa Ditawar

Pada kesempatan lain, anggota DPR RI dari Fraksi Partai NasDem, Syarief Abdullah Alkadrie, juga meminta pemerintah membuka persoalan mengenai penetapan batas ZEE dengan Vietnam. "Ini masalah kedaulatan, hal yang tidak bisa ditawar-tawar, sehingga kewajiban DPR untuk terlibat karena merupakan perwakilan rakyat," kata Syarief.

Tak cuma nelayan, jika kesepakatan itu disahkan wilayah perairan RI akan berkurang dan menimbulkan citra buruk di mata internasional.

Baca Juga: