JAKARTA - Tingkat kesenjangan pembagian pendapatan antarpenduduk di Indonesia atau yang diukur dengan indeks gini (gini ratio) menunjukkan kondisi yang semakin memburuk, karena pendapatan antara penduduk miskin dan kelompok kaya semakin dalam.

Pengamat ekonomi dari STIE YKP Yogyakarta, Aditya Hera Nurmoko, yang diminta pendapatnya dari Yogyakarta, Minggu (4/2), mengatakan ketimpangan terlihat dari gini ratio Indonesia per Maret 2023 yang mencapai 0,388 atau naik dari 0,381 pada September 2022 dan 0,384 pada Maret 2022.

Realisasi indeks gini itu melampaui target yang ditetapkan pemerintah dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2024, maksimal di 0,374.

"Artinya, pertumbuhan 5 persen belum dinikmati oleh golongan bawah. Uang masih berputar di atas saja. Kita harus tumbuh lebih tinggi dan lebih berkualitas. Jangan hanya mengandalkan konsumsi rumah tangga saja," papar Aditya.

Kesenjangan yang makin dalam juga tergambar pada data Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang menunjukkan 98 persen lebih tabungan masyarakat Indonesia berada di bawah angka 100 juta rupiah. Sementara mereka yang memiliki isi tabungan di atas 100 juta rupiah hanya sekitar 1 persen lebih.

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economic (CORE), Mohammad Faisal, menilai ketimpangan ekstrem antara kelompok kaya dan masyarakat miskin sebenarnya sudah berlangsung lama di Indonesia. Namun, belakangan ini ketimpangan tersebut makin buruk.

"Ini fenomena yang terjadi cukup lama dan memang makin memburuk, masalah ketimpangan kepemilikan uang di rekening bank menjadi salah satu petunjuknya," kata Faisal di Jakarta, pekan lalu.

Berdasarkan data LPS per November 2023, jumlah rekening yang ada di seluruh Indonesia mencapai 554.606.241. Dari jumlah tersebut, rekening yang memiliki nominal di bawah 100 juta rupiah mencapai 547 juta rekening atau setara 98,8 persen dari total rekening. Meski lebih dominan dalam hal jumlah rekening, namun nilai total rekeningnya hanya 1.021 triliun rupiah atau 12,3 persen dari seluruh tabungan di Indonesia yang nominalnya mencapai 8.247 triliun rupiah.

Kondisi tersebut berbanding terbalik dengan kelompok yang memiliki tabungan berisi lima miliar rupiah ke atas. Jumlah rekening dengan nominal tebal tersebut hanya berjumlah 135 ribu, namun isi tabungan mereka mencapai 4.369 triliun rupiah atau 52,8 persen dari seluruh tabungan.

Menurut Faisal, data tersebut menunjukkan bahwa piramida sosial di Indonesia tergolong sangat tajam. Dia mengatakan pemilik rekening di atas lima miliar rupiah jumlahnya sangat sedikit, namun menjadi sangat dominan secara nilai.

"Kesenjangannya sangat lebar sekali. Jadi, wajar kalau kemudian 5 persen pertumbuhan ekonomi Indonesia itu lebih banyak didorong oleh kalangan atas ini," katanya.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, menilai ketimpangan ekonomi di Indonesia memang semakin memburuk. Selain dari segi nominal, pengetahuan mengenai pengelolaan keuangan juga sama-sama timpang.

Baca Juga: