JAKARTA - Ketua Umum PDI-Perjuangan, Megawati Soekarnoputri dalam pidatonya pada perayaan puncak Bulan Bung Karno di Stadion Utama Gelora Bung Karno (GBK) akhir pekan lalu mengatakan Indonesia adalah negara yang kaya raya, namun kekayaan itu belum dibagikan secara merata kepada rakyat Indonesia.

Presiden ke-5 RI itu juga mengatakan kalau para pendiri bangsa khususnya Bung Karno (Soekarno-red) sangat fokus memberantas kemiskinan, sehingga dalam merancang Undang-Undang Dasar 1945 dalam satu pasalnya mengatur tentang kesejahteraan rakyat.

"Perhatian, terhadap fakir miskin dan anak telantar adalah praksis ideologi Pancasila yang harus dijabarkan secara utuh. Para pendiri bangsa memasukkan ketentuan Pasal 34 ayat 1 di dalam Undang-Undang Negara Republik Indonesia tahun 1945 dengan penuh kesadaran agar tidak ada lagi kemiskinan di dalam buminya Indonesia merdeka," kata Megawati.

Ia pun bertanya kepada para kader PDI-P yang hadir di Stadion GBK kemungkinan untuk mengentaskan kemiskinan di Indonesia. "Pertanyaan kita semua, apakah ini mungkin? Ayo jawab, apakah ini mungkin? Saya tegaskan, sangat mungkin. Karena apa, karena Indonesia ini dimerdekakan dan kondisinya sebenarnya Indonesia itu adalah sebuah tumpah darah yang kaya, kaya, kaya, yang raya, raya, raya. Cuma belum diapakan? Belum dibagi bareng-bareng," katanya.

Megawati lalu meminta seluruh kader PDI-P untuk lebih sering turun ke bawah dalam memberikan perhatian kepada masyarakat yang masih berada di bawah garis kemiskinan.

"Karena itulah, mari kita bergerak bersama dengan gotong royong menyisir ke kampung, ke kolong jembatan. Cari anak-anak yang tidak berpunya yang menjadi yatim piatu yang sekarang Ibu pun meminta PDI-P bergerak di soal stunting," pungkas Megawati.

Menanggapi pidato tersebut, Direktur Swara Nusa Institute, Iranda Yudhatama, mengatakan apa yang disampaikan Megawati benar dan seharusnya Pemerintah Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai kader PDI-P menjalankan instruksi kebijakan partai yaitu mendistribusikan kekayaan negara secara adil dan merata, bukan hanya pada satu kelompok tertentu.

Pemerintah kata Iranda harus menyadari, kalau sistem dan kebijakan ekonomi Indonesia saat ini, masalahnya bukan pertumbuhan ekonomi semata, tapi lebih pada masalah pemerataan. Karena kalau dilihat dari angka pertumbuhan ekonomi Indonesia relatif tinggi yakni sebesar 5,31 persen, tapi jika dilihat dari aspek ketimpangan sosialnya dengan menggunakan gini ratio yakni sebesar 0,3 hingga 0,4 di beberapa wilayah.

Situasi tersebut, menurut Iranda, jika dibiarkan akan berdampak pada permasalahan sosial lainnya seperti kesehatan masyarakat. Seperti kita ketahui bersama, berdasarkan data Survey Status Gizi Nasional tahun 2022 angka prevalensi stunting Indonesia sebesar 21,6 persen masih di atas standar WHO yakni di bawah 20 persen.

Dimonopoli Kroni

Diminta terpisah, pengamat politik sekaligus Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya, Universitas Trunojoyo Madura (UTM), Surokim Abdussalam, mengatakan, pemerintah harus fokus pada pemerataan dan distribusi aset, jangan sampai dimonopoli oleh kroni. Selain itu penanganan stunting harus diperbaiki.

"Masalah pemerataan dan redistribusi aset sudah menjadi isu nasional dan sangat penting untuk diperbaiki karena merupakan salah satu magnet politik 2024. Ini penting untuk terus diperjuangkan pada saat fenomena monopoli kekuasaan dan politik kroni kian menguat khususnya dalam manajemen aset pembangunan," kata Surokim.

Sementara itu, pengamat ekonomi dari Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Esther Sri Astuti mengatakan kalau distribusi aset di Indonesia tak merata dan dikuasai kroni. "Tidak heran apabila tercipta persaingan pasar yang tidak sehat," katanya.

Pasar yang tidak sehat itu misalnya industri kelapa sawit dan turunannya akan tercipta oligopoli. Artinya, pertama produk yang beredar hanya terbatas dari mereka saja, pemain baru lebih sulit masuk. Selain itu, harga ditentukan kelompok oligarki itu saja sehingga Pemerintah sulit mengendalikan harga.

Pengamat Ekonomi dari Universitas Indonesia (UI), Eugenia Mardanugraha mengakan kunci dari pemerataan distribusi aset itu adalah pemerintah sendiri. "Tugas Pemerintah memaksa oligarki berbuat yang baik dan menghukum yang jahat. Tugas Pemerintahlah yang mendistribusikan kesejahteraan," katanya.

Baca Juga: