Sejak awal 2021, NTP perkebunan rakyatnya berada di atas 110 dan ini efeknya dirasakan oleh petani perkebunan, sementara di subsektor lainnya ini sangat fluktuatif.

JAKARTA - Tingkat kesejahteraan petani di dalam negeri dinilai tidak merata. Hal itu tergambar dari masih rendahnya nilai tukar petani (NTP) subsektor hortikultura pada Agustus lalu. Di sisi lain, NTP subsektor perkebunan justru berada di atas angka 110.

Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan NTP nasional pada Agustus 2021 sebesar 104,68 atau naik 1,16 persen dibandingkan NTP Juli 2021 sebesar 103,48. Kenaikan NTP Agustus 2021 ditopang oleh kenaikan NTP di tiga subsektor, yakni subsektor tanaman pangan (1,39 persen); subsektor tanaman perkebunan rakyat (2,90 persen); dan subsektor perikanan (0,58 persen). Sementara itu, dua subsektor lainnya justru mengalami penurunan, yakni tanaman hortikultura (1,42 persen) dan peternakan (1,33 persen).

Sekretaris Umum Serikat Petani Indonesia (SPI), Agus Ruli Ardiansyah, menilai tren kenaikan NTP ini lebih disebabkan pada satu subsektor yaitu perkebunan rakyat. Ini dapat dilihat sejak awal 2021, yang mana NTP perkebunan rakyatnya berada di atas 110, dan ini efeknya dirasakan oleh petani perkebunan. Sementara di subsektor lainnya ini sangat fluktuatif.

"Kita lihat NTP tanaman pangan kendati naik pada Agustus lalu, nyatanya masih di 97,65 atau di bawah standar impas NTP," kata Agus Ruli, di Jakarta, Jumat (3/9).

Dia menjelaskan baik itu laporan BPS ataupun anggota-anggota SPI di berbagai wilayah juga mencatat, subsektor tanaman pangan khususnya harga gabah, kerap berada di bawah HPP (harga pembelian pemerintah) yang ditetapkan pemerintah selama 2021.

Untuk NTP subsektor hortikultura, rendahnya harga di tingkat petani masih menjadi momok. NTP hortikultura pada Agustus juga tercatat turun dan posisinya saat ini tipis di atas standar impas. Dari laporan petani anggota SPI di Bantul, Yogyakarta, harga-harga anjlok, khususnya jenis cabai-cabaian. Untuk jenis cabai rawit di kisaran 5.000 rupiah per kilogram (kg) cabai keriting 2.000 rupiah per kg; cabai telopong besar 1.000 rupiah per kg.

Agus Ruli menjelaskan, kondisi yang sama juga terjadi dengan petani sayuran, kondisinya relatif belum banyak berubah dan secara keseluruhan produknya dihargai murah. Di Bogor misalnya, hasil panen milik petani yang berlimpah dan bagus, belum berbanding lurus dengan permintaan di konsumen.

Hal ini erat kaitannya dengan pemberlakuan pembatasan kegiatan dan wilayah yang masih diterapkan (persyaratan vaksin untuk lokasi-lokasi perbelanjaan sampai dengan tutupnya usaha kecil/ warung makan akibat kebijakan PPKM).

Momentum Bapanas

Permasalahan rendahnya harga di tingkat petani tersebut harapannya dapat segera teratasi. Untuk jangka pendek, sinergi antara pemerintah dengan petani melalui koperasi harus menjadi opsi utama.

Ketua Umum SPI, Henry Saragih, berharap terbitnya Badan Pangan Nasional (Bapan) melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 66 Tahun 2021 memberi efek positif terhadap masalah pangan di Tanah Air termasuk hortikultura.

"Inilah sesungguhnya suatu badan yang kita tunggu untuk mengatasi persoalan pangan, kebijakan pangan di negeri kita ini. Perpres ini sebagai perintah UU Pangan No 18 Tahun 2012, sudah sangat tepat karena berada di bawah langsung Presiden," katanya.

Baca Juga: