JAKARTA - Saat peristiwa G30S PKI meletus yang berujung pada penculikan sejumlah jenderal Angkatan Darat, Brigjen Soepardjo adalah adalah salah satu perwira penting di gerakan pimpinan Letkol Untung Sutopo tersebut. Bahkan, Brigjen Soepardjo adalah satu-satunya perwira tinggi dalam komplotan tentara penculik para jenderal itu.

Kala itu, wilayah sekitar Pangkalan Halim Perdanakusuma, atau tepatnya di daerah Lubang Buaya dijadikan basis gerakan kelompok Untung. Di Lubang Buaya pula, jenazah para jenderal dan satu perwira pertama TNI AD di kubur dalam sebuah sumur tua.

Nah, ada satu kesaksian menarik soal Brigjen Soepardjo yang diungkap oleh Laksamana Madya Omar Dani, Men/Pangau atau orang nomor satu di Angkatan Udara kala itu. Kesaksian soal Brigjen Soepardjo ini, diungkapkan Omar Dani dalam bukunya, Pergunakanlah Hati, Tangan dan Pikiranku: Pledoi Omar Dani.

Kesaksian Omar Dani itu tentang Brigjen Soepardjo yang datang ke Halim Perdanakusuma pada tanggal 1 Oktober 1965. Kata Omar, pada tanggal itu, Brigjen Soepardjo datangdi Markas Koops. Di sana, Omar mengakubertemu dengan Brigjen Soepardjodi ruang sekretaris Panglima Koops yang sekaligus menjadi ruang tunggu tamu Panglima.

Kata Omar, setelah memberi hormat, Brigjen Soepardjo menyampaikan maksudnya ingin melaporkan langsung kepada Presiden Soekarno soal gerakan yang menyasar para jenderal angkatan darat tersebut.

Omar masih ingat, setelah melepas sebuah pistol dari pinggangnya dan meletakannya di meja sekretaris panglima Koops di ruang tunggu, barulah Brigjen Soepardjo dipersilahkan masuk ke ruang Panglima Koops, tempat Bung Karno berada.

Menurut Omar dalam bukunya, Brigjen Soepardjo saat itu melapor langsung kepada Presiden Soekarno bahwa dia bersama kawan-kawannya telah mengambil tindakan terhadap para perwira tinggi Angkatan Darat.

Kata Brigjen Soepardjo kala melapor ke Bung Karno, para perwira di lingkungan Angkatan Darat dan para bawahan mengeluh atas sikap, kelakuan, dan ketidakpedulian para jenderal terhadap bawahannya. Juga ada bukti para jenderal TNI AD yang ditindaknya akan melakukan pembangkangan terhadap Bung Karno. Maka diambil tindakan.

Mendengar laporan Brigjen Soepardjo, Bung Karno lantas bertanya, apakah Soepardjo punya bukti. Ditanya seperti itu Soepardjo menjawab punya. Dan ia mengatakan sanggup mengambil bukti-bukti bila diperintahkan.

Setelah itu, Bung Karno memerintahkan Soepardjo untuk mengambil bukti soal keterlibatan para perwira Angkatan Darat yang disebutnya membangkang pada Bung Karno.

Bung Karno juga memerintahkan Brigjen Soepardjo menghentikan gerakan untuk menghindari terjadinya pertumpahan darah. Tak hanya itu, Presiden Soekarno juga menolak permintaan Brigjen Soepardjo untuk mendukung Gerakan 30 September. Begitu permintaannya ditolak oleh Presiden Soekarno, kata Omar, Brigjen Soepardjo langsung berpamitan dan pergi keluar dari Markas Koops.

Omar bersaksi, tampak raut kekecewaan di wajah Brigjen Soepardjo. Wajah Brigjen Soepardjo juga begitu kusut, cape dan terlihat kurang tidur. Tapi, menurut Omar, sampai menghilangnya pada 2 Oktober 1965, Brigjen Soepardjo tidak pernah menyerahkan bukti-bukti itu kepada Bung Karno.

Baca Juga: