Penanganan polusi udara di Jakarta harus menyentuh hingga ke akarnya, bukan solusi-solusi temporer.
JAKARTA - Pemerintah perlu mengevaluasi buruknya kualitas udara di Jakarta. Selain menyebabkan kematian dan memburuknya kesehatan, kerugian ekonomi akibat polusi hampir mencapai tiga triliun rupiah per tahun.
"Selain meningkatkan biaya kesehatan, kerugian ekonomi akibat polusi udara Jakarta diperkirakan mencapai 2,9 triliun rupiah per tahun atau 2,2 persen produk domestik regional bruto (PDRB) Jakarta (Ginanjar Syuhada dkk.2023)," ucap Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa, kepada Koran Jakarta, Kamis (17/8).
Dia menjelaskan ada kajian lain yang memberikan dampak dan kerugian ekonomi lebih besar dari ini. "Jadi, penanganan polusi udara di Jakarta harus menyentuh hingga ke akarnya, bukan solusi-solusi temporer. Artinya, pemerintah harus dapat mengidentifikasi sumber polusi dan mengambil kebijakan untuk mengurangi polusi dari sumber-sumber tersebut," tegas Fabby.
Dia mengatakan sumber utama polusi udara di Jakarta adalah asap kendaraan bermotor berbahan bakar minyak (BBM). Mayoritas produk BBM yang dijual di Indonesia kualitasnya rendah, dan berstandar Euro 2 yang memiliki tingkat kandungan sulfur yang tinggi.
"Pemerintah seharusnya sudah harus melarang penjualan BBM di bawah Euro 2 dan CN 48 sesuai Peraturan Menteri LHK," ujarnya.
Penyebab lain buruknya kualitas udara di Jakarta, lanjutnya, adalah polusi dari asap PLTU dan industri yang menggunakan bahan bakar batu bara di sekitar Jakarta. Asap PLTU dari Suralaya dan Lontar menjadi sumber polusi di Jakarta, khususnya di musim penghujan (Oktober-Maret), dan asap PLTU dan industri lainnya.
Dia menyarankan agar pemerintah melakukan pengungkapan tingkat emisi dari PLTU-PLTU karena datanya ada dan dapat dimonitor langsung.
Dia mendukung langkah pemerintah untuk pindah ke IKN, namun menurutnya pindah cuma Ibu Kota. Ada puluhan juta rakyat yang masih tinggal di Jabodetabek berisiko terdampak polusi udara.
Terkait IKN, menurutnya, IKN harus dirancang sebagai kota yang minim kendaraan pribadi, tetapi transportasi publik dan non-motorized vehicle. "Penggunaan energi terbarukan di IKN harus 100 persen," tegasnya.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Dwi Oktavia, menyatakan kasus penyakit pernapasan yang diyakini terkait dengan polusi udara terus meningkat. Dinkes DKI mengakui terjadi peningkatan gangguan kesehatan akibat pencemaran udara pada 2023 dibandingkan 2022 setelah pandemi Covid-19 pandemi.
"Untuk mencegah peningkatan lebih lanjut, kita harus aktif menggunakan transportasi umum dan sepeda," kata Oktavia.
Awal pekan ini, Presiden Widodo mengakui polusi udara di Jakarta telah menjadi masalah selama bertahun-tahun. Pemindahan Ibu Kota dari Jakarta ke Kalimantan menjadi salah satu solusinya.
Masalah Kompleks
Peneliti Sustainability Learning center (SLC), Hafidz Arfandi, menegaskan permasalahan Jakarta sekitarnya sangat kompleks di wilayah utara, khususnya di Priok dan wilayah timur, meliputi Cawang, Bekasi, Karawang ada konsentrasi kawasan heavy industry dan PLTU. Di sisi baratnya, yakni Tangerang, Serang, Cilegon juga sama terdiri heavy industry dan konsentrasi PLTU.
Sepertinya lanjut Hafidz kalau sementara solusi praksisnya, memang diarahkan ke pasokan gas yang memadai, PLTU-nya PLN grup bisa diganti ke PLTGU.
Kalau industri, sebaiknya mulai diberi akses ke PLTS atap secara bertahap dan dibuatkan skema ekspor impor di kawasan, PLN bisa menjadi fasilitator yang baik.