JAKARTA - Bank Indonesia (BI) menyatakan kerja sama penyelesaian transaksi bilateral dengan mata uang lokal atau Local Currency Settlement (LCS) akan menurunkan kebutuhan akan dollar AS di Tanah Air. Dalam tujuh bulan pertama tahun ini, nilai LCS mencapai 1,2 miliar dollar AS.

"Dengan demikian dampaknya akan terasa terhadap stabilisasi nilai tukar rupiah karena sebelum ada LCS, perdagangan barang dan jasa, termasuk investasi ke luar negeri dan lain-lain, seperti pembayaran remitansi hingga pembayaran transfer dividen memakai dollar AS," jelas Direktur Departemen Pengembangan Pasar Keuangan Bank Indonesia (BI) Rahmatullah Sjamsudin dalam taklimat media secara daring di Jakarta, Rabu (8/9).

Saat ini, dia menilai kebutuhan dollar AS cukup tinggi karena merupakan musim pembayaran dividen, musim keluarnya arus modal asing, dan waktunya pembayaran kewajiban di luar negeri, sehingga LCS membuat kebutuhan tersebut menurun. Selain itu, terdapat beberapa keuntungan lain dengan adanya transaksi LCS, yakni membuat biaya transaksi dua negara menjadi lebih murah karena tidak perlu lagi mengonversi mata uangnya terlebih dahulu ke dollar AS.

"Jadi langsung kalau importir Indonesia mau beli ringgit Malaysia untuk membayar barang bisa langsung ke bank ACCD LCS, sehingga tidak perlu lagi beli dollar AS terlebih dahulu, begitu pula sebaliknya," ucap Rahmatullah.

Kemudian, dia menuturkan terdapat pula keuntungan lainnya, yaitu unsur lindung nilai yang memperbolehkan pelaku usaha melakukan hedging menggunakan beberapa instrumen, termasuk Domestic Non Deliverable Forward (DNDF).

Dengan LCS ketentuan threshold pembelian para pelaku usaha juga lebih fleksibel, contohnya threshold transaksi LCS dengan baht Thailand dan ringgit Malaysia sampai dengan 200 ribu dollar AS tidak perlu menggunakan underlying, serta yen Jepang sampai dengan 500 ribu dollar AS. "Tetapi dengan Tiongkok karena di sana ketat semua transaksi tetap harus menggunakan underlying," tegasnya.

Empat Negara

Adapun transaksi LCS Indonesia saat ini sudah dilakukan dengan empat negara, yaitu Thailand, Malaysia, Jepang, serta dengan Tiongkok yang baru dilakukan pada Agustus 2021. Menurut Rahmatullah, transaksi pertama LCS dilakukan pada 2018 dengan Thailand dan Malaysia dengan nilai rata-rata per bulan 31,7 juta dollar AS, sehingga totalnya 350 juta dollar AS untuk keseluruhan tahun.

Kemudian pada 2019, transaksi LCS juga masih hanya dilakukan dengan Thailand dan Malaysia dengan total 760 juta dollar AS atau rata-rata 63,3 juta dollar AS per bulan. Dia melanjutkan, pada 2020 transaksi LCS kian meningkat dan sudah dilakukan bersama tiga negara yakni Thailand, Malaysia, dan Jepang dengan rata-rata 72,2 juta per bulan atau totalnya 800 juta dollar AS.

Baca Juga: