Pelatihan mesti menjadi budaya di perusahaan. Hal ini penting untuk meningkatkan kompetensi dan kualitas tenaga kerja yang berujung pada peningkatan produktivitas usaha.

JAKARTA - Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Ida Fauziyah, mengatakan pelatihan mesti menjadi budaya di perusahaan. Hal ini penting untuk meningkatkan kompetensi dan kualitas tenaga kerja yang berujung pada peningkatan produktivitas usaha.

"Kita menghadapi kondisi di mana pelatihan belum menjadi budaya dalam upaya untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja di perusahaan," ujar Ida, dalam Dialog Nasional untuk Pelatihan Vokasi dan Produktivitas, di Jakarta, Selasa (30/1).

Dia menerangkan, saat ini kurang dari 8 persen perusahaan menawarkan pelatihan formal. Persentase tersebut di bawah rata-rata regional Asia Timur dan Asia Pasifik yang sudah di angka 35 persen.

Untuk mengatasi hal tersebut, kata Menaker, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menggandeng United States Agency for International Development (USAID) untuk penguatan pelatihan vokasi. Pada tahun 2023, kerja sama dilakukan bersama UPTP dan UPTD untuk menggelar pelatihan teknis bagi pegawai untuk menjadi fasilitator di empat wilayah yaitu Sumatera Utara, Banten, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan.

"Kolaborasi ini bertujuan untuk meningkatkan investasi pelatihan vokasi melalui kemitraan dengan private sector," katanya.

Bonus Demografi

Ida mengungkapkan, tantangan sektor ketenagakerjaan salah satunya adalah mengatasi kesenjangan keterampilan atau skill gap yang berdampak pada produktivitas rendah dan kurangnya inovasi. Hal ini terjadi sebab penuaan populasi, globalisasi, perubahan iklim, dan digitalisasi.

"Ini dapat menimbulkan ketidakpastian secara ekonomi. Bisa jadi biaya hidup semakin tinggi dan yang tentu tidak kita inginkan bisa menimbulkan krisis sosial," jelasnya.

Dia melanjutkan, RI diprediksi akan mendapatkan bonus demografi pada tahun 2030-2035. Pada kondisi tersebut, sekitar 70 persen penduduk berusia produktif, usia antara 15 sampai 64 tahun. ruf/S-2

Baca Juga: