JAKARTA - Anggota Komisi X DPR RI, Ferdiansyah, menyarankan revisi Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) diundur ke periode pemerintahan selanjutnya. Hal tersebut melihat proses revisi UU Sisdiknas yang kerap membuat kegaduhan.

"Kalau membuat kegaduhan, lebih baik diundur saja di periode yang akan datang. Menunggu hasil pemilu akan datang," ujar Ferdiansyah dalam diskusi pendidikan Ngopi Seksi, di Jakarta, Senin (13/6).

Ferdiansyah menekankan, UU Sisdiknas sangat penting karena menyangkut masa depan bangsa. Menurutnya, pembuatannya tidak boleh tergesa-gesa dan dipaksakan.

"Ini menyangkut anak cucu kita di masa depan. Keluhannya banyak dengan konteks implementasi kebijakan dunia pendidikan terhadap situasi kondisi yang sekarang memang kerap kali membuat kegaduhan dan pertanyaan besar," jelasnya.

Lebih lanjut, Ferdiansyah menyebut, proses revisi UU Sisdiknas tidak cukup dengan waktu 1,5 tahun. Selain sudah mulai penyiapkan tahapan pemilu, proses revisi UU Sisdiknas juga harus membahas UU lain yang berkaitan dengan pendidikan.

Dia menerangkan, adanya wacana revisi UU Sisdiknas menggunakan metode Omnibus Law. Menurutnya, metode tersebut pun perlu pembahasan yang intensif karena menyisir kurang lebih 21 Undang-undag berkaitan dengan pendidikan.

"Kayaknya 1 setengah tahun tidak kelar. Bukan kami pesimistis, tapi kayaknya sulit kalau ini mau dipaksakan selesai dengan tempo sesingkat-singkatnya," terangnya.

Ferdiansyah menekankan, revisi UU Sisdiknas merupakan inisiatif dari pemerintah. Menurutnya, pemerintah harus melibatkan pemangku kepentingan di bidang pendidikan dan membenahu proses komunikasi.

"Sangat disayangkan, intinya komunikasi sangat lemah dengan tidak mengajak secara intens, panjang, terhadap para pemangku kepentingan bidang pendidikan," katanya.

Dia mengatakan, DPR menyepakati adanya revisi UU Sisdiknas. Meski begitu, proses revisi harus menghadirkan UU yang lebih baik dari sebelumnya. "Mengganti, merevisi harus lebih baik. Kalau lebih jelek untuk apa direvisi. Itu prinsip DPR," tandasnya.

Sementara itu, Ketua Himpunan Sekolah dan Madrasah Islam Nusantara (Hisminu), Zainul Arifin Junaidi, mengatakan, ada indikasi penyusunan Rancangan UU (RUU) Sisdiknas tidak diketahui kementerian lain. Dia menyontohkan saat hilangnya diksi madrasah dalam RUU Sisdiknas, Mendikbudristek menyebut madrasah ada dalam lampiran, sedangkan Menag menyebut madrasah ada dalam batang tubuh.

"Kelihatan sekali ketidaksinkronan. Terlihat Kementerian Agama tidak mengetahui revisi UU Sisdiknas. Ditjen Pendidikan Islam Kemenag juga menyatakan tidak dilibatkan dalam perancangan UU ini," ucapnya.

Baca Juga: