Setidaknya tujuh negara di dunia telah melaporkan insiden obat batuk sirup dengan kontaminasi Etilen glikol (EG) dan dietilen gilok (DEG) tingkat tinggi. Di Indonesia sendiri, kasus ini telah menyebabkan 324 kasus gangguan ginjal akut pada anak yang sebagian besar adalah anak-anak kecil di bawah usia lima tahun per 15 November 2022.

Mengenai Etilen glikol (EG) dan dietilen gilok (DEG) WHO menjelaskan kedua kontaminan ini adalah bahan kimia beracun yang digunakan sebagai pelarut dan agen antibeku yang dapat berakibat fatal meskipun dikonsumsi dalam jumlah kecil.

Karenanya, tidak seharusnya digunakan dalam obat-obatan khususnya pada anak-anak. Setidaknya, WHO telah mengeluarkan tiga peringatan medis global untuk menangani insiden ini. Siaga Produk Medis N°6/2022 pada 5 Oktober 2022 dengan fokus pada wabah di Gambia, Siaga Produk Medis N°7/2022 pada 6 November 2022 untuk Indonesia, dan Siaga Produk Medis N°1/2023 pada 11 Januari 2023 untuk Uzbekistan.

Peringatan produk medis WHO yang disebarluaskan ke otoritas kesehatan nasional di 194 negara anggota WHO itu mencakup instruksi: deteksi dan penghapusan obat-obatan yang terkontaminasi dari peredaran di pasar, peningkatan pengawasan dan ketekunan dalam rantai pasokan negara dan wilayah yang mungkin terpengaruh, dan pemberitahuan segera kepada WHO jika produk di bawah standar ini ditemukan di dalam negeri.

Karena ini bukan insiden yang terisolasi, WHO mengimbau berbagai pemangku kepentingan utama yang terlibat dalam rantai pasokan medis untuk mengambil tindakan segera dan terkoordinasi. Secara garis besar, himbauan WHO ditujukan kepada tiga pihak, yakni pemerintah, produsen obat-obatan dan distributor terkait.

Sebagai regulator, pemerintah diminta WHO untuk:

  1. Mendeteksi dan menghapus dari peredaran di pasar masing-masing produk medis di bawah standar yang telah diidentifikasi dalam peringatan medis WHO yang disebutkan di atas sebagai penyebab potensial kematian dan penyakit;
  2. Memastikan bahwa semua produk medis di pasarnya masing-masing disetujui untuk dijual oleh otoritas yang kompeten dan dapat diperoleh dari pemasok resmi/berlisensi;
  3. Menugaskan sumber daya yang sesuai untuk memperbaiki dan meningkatkan inspeksi berbasis risiko di lokasi manufaktur dalam yurisdiksi mereka sesuai dengan norma dan standar internasional.
  4. Meningkatkan pengawasan pasar termasuk pengujian bertarget berbasis risiko untuk produk medis yang dirilis di pasar masing-masing termasuk pasar informal
  5. Memberlakukan dan menegakkan undang-undang dan langkah-langkah hukum lain yang relevan untuk membantu memerangi pembuatan, distribusi dan/atau penggunaan obat-obatan di bawah standar dan obat-obatan palsu.

Bagi produsen obat, WHO mengimbau untuk:

  1. Hanya membeli eksipien tingkat farmasi dari pemasok yang memenuhi syarat dan bonafide;
  2. Melakukan pengujian komprehensif setelah menerima pasokan dan sebelum digunakan dalam pembuatan produk jadi;
  3. Memberikan jaminan mutu produk termasuk melalui sertifikat analisis berdasarkan hasil pengujian yang sesuai. WHO juga menginstruksikan para produsen obat untuk selalu menyimpan catatan pembelian bahan, pengujian, pembuatan, dan distribusi yang akurat, lengkap, dan tepat untuk memfasilitasi ketertelusuran selama investigasi jika terjadi insiden.

Sementara untuk pemasok dan distributor produk medis, WHO mendesak mereka untuk:

  1. Selalu memeriksa tanda-tanda pemalsuan dan kondisi fisik obat dan produk kesehatan lainnya yang diedarkan dan dijualnya;
  2. Hanya mendistribusikan dan menjual obat yang diizinkan oleh, dan dari sumber yang disetujui oleh, otoritas yang berwenang;
  3. Menyimpan catatan yang akurat, lengkap dan benar yang berkaitan dengan obat dan distribusi serta penjualannya.
  4. Melibatkan personil yang kompeten untuk menangani obat-obatan dan memberikan saran kepada masyarakat tentang penggunaan obat yang tepat.

Baca Juga: