Spyware Pegasus versi terbaru buatan perusahaan Israel, NSO, dituding telah digunakan beberapa pemerintah di berbagai belahan dunia untuk kegiatan memata-matai.

Penyelidikan internasional terhadap daftar lebih dari 50 ribu nomor telepon menemukan setidaknya beberapa orang yang menjadi target spyware Pegasus adalah orang-orang penting dalam pemerintahan. Setidaknya 10 perdana menteri, tiga presiden dan seorang raja berada dalam daftar potensial.

Tiga presiden yang masuk dalam daftar itu adalah Presiden Prancis Emmanuel Macron, Presiden Irak Barham Salih dan Presiden Afrika Selatan (Afsel) Cyril Ramaphosa.

Sedangkan tiga perdana menteri yang masih menjabat seperti Imran Khan dari Pakistan, Mostafa Madbouly (Mesir) dan Saad-Eddine El Othmani (Maroko) juga masuk dalam daftar itu.

Sementara tujuh mantan Perdana Menteri masuk dalam daftar saat masih menjabat. Mereka adalah Ahmed Obeid bin Daghr dari Yaman, Saad Hariri dari Lebanon, Ruhakana Rugunda dari Uganda, Édouard Philippe dari Prancis, Bakitzhan Sagintayev dari Kazakhstan, Noureddine Bedoui dari Aljazair, dan dari Belgia Charles Michel.

Satu raja yang masuk dalam daftar itu adalah Raja Mohammad VI dari Maroko seperti dikutip dari The Washington Post, Kamis (22/7/2021).

Merespon kabar dirinya disadap dengan spyware Pegasus, Presiden Prancis Emmanuel Macron memutuskan untuk mengganti gawai dan nomor telepon miliknya.

Menurut Pemerintah Prancis, hal itu dilakukan sebagai langkah antisipasi meski investigasi soal peretasan dan penyadapan terkait masih berjalan.

"Dia memiliki sejumlah nomor telepon. Meski hal ini tidak berarti mengkonfirmasi ia sudah diretas, langkah antisipasi perlu diambil," ujar juru bicara Pemerintah Prancis, Gabriel Attal, dikutip dari kantor berita Reuters, Kamis, 22 Juli 2021.

Di Jerman, Kanselir Angela Merkel menyatakan tak seharusnya spyware seperti Pegasus dijual dan digunakan secara bebas. Menurutnya, spyware Pegasus tidak boleh dijual kepada negara yang tidak menjalankan pengawasan yudisial terhadap penggunaannya.

Sementara di Israel, PM Naftali Bennett membentuk satgas lintas kementerian untuk menginvestigasi bagaimana bisa spyware Pegasus sampai disalahgunakan. Tujuannya, untuk mencegah hal serupa terulang. Secara bersamaan, Parlemen Israel tengah mengkaji kemungkinan menahan ekspor/ penjualan spyware Pegasus.

NSO, selaku pengembang spyware Pegasus, mengatakan produknya tidak dijual sembarangan dan calon pembelinya diseleksi ketat.

Alhasil, hanya 45 negara yang bisa membelinya dengan 90 negara yang ikut memesan ditolak. Selain itu, NSO juga mengklaim bisa memutus sistem spyware Pegasus jika pembeli ketahuan menyalahgunakannya.

Baca Juga: