KBN menegaskan aborsi di Indonesia berdasarkan UU Kesehatan hanya untuk kondisi darurat di antaranya korban pemerkosaan serta kondisi ibu dan bayi yang rentan sehingga membahayakan.
KBN menegaskan aborsi di Indonesia berdasarkan UU Kesehatan hanya untuk kondisi darurat di antaranya korban pemerkosaan serta kondisi ibu dan bayi yang rentan sehingga membahayakan.
JAKARTA - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Hasto Wardoyo, menyebut, aborsi di Indonesia hanya untuk kondisi darurat. Hal tersebut merespons adanya ketentuan aborsi dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Kesehatan.
"Aborsi dilakukan bilamana keadaan darurat. Jadi kita menghentikan kehidupan itu dalam kondisi darurat," ujar Hasto, dalam konferensi pers, di Jakarta, Jumat (9/8).
Dia menerangkan, beberapa kondisi darurat untuk aborsi di antaranya korban pemerkosaan serta kondisi ibu dan bayi yang rentan sehingga dapat membahayakan nyawa jika kehamilan tetap dilanjutkan. Menurutnya, hal-hal lain terkait aborsi harus diatur dalam aturan turunan.
Hasto mencontohkan, aturan yang perlu diperjelas yaitu terkait masa kehamilan yang tepat untuk aborsi. Majelis Ulama Indonesia (MUI), kata Hasto, pernah mengajukan aborsi boleh dilakukan dalam periode kehamilan sebelum 40 hari karena periode tersebut masih periode embrio.
"Nanti itu harus ada peraturan menteri, petunjuk pelaksanaan dan teknis sebagai regulasi turunan dari PP harus ada," katanya.
Hasto menekankan, sumpah dokter di Indonesia berbeda dengan dokter di negara-negara lain. Menurutnya, dokter di Indonesia mengedepankan prinsip pro kehidupan atau life sedangkan di negara-negara lain ada yang mengedepankan prinsip pro choice atau pilihan.
"Di jepang orang hamil dicek, diambil plasenta sedikit, dilihat kemungkinannya, kalau membawa banyak penyakit maka bisa aborsi," tuturnya.
Fasilitas Kesehatan
Sementara itu, Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Azhar Jaya, Kementerian Kesehatan (Kemenkes), menyatakan, layanan aborsi diutamakan untuk fasilitas kesehatan (faskes) pemerintah. Meski demikian, pihaknya membuka peluang menunjuk faskes swasta yang memiliki kompetensi untuk memberi layanan aborsi.
"Tapi yang jelas rumah sakit pemerintah pasti, rumah sakit kepolisian juga pasti. Nanti beberapa swasta yang terbaik. Yang intinya pelayanan ini harus bisa dijangkau oleh masyarakat luas. Enggak bisa semuanya harus berpusat di Jakarta," terangnya.
Dia menambahkan, hal terpenting adalah memastikan adanya tenaga medis atau tenaga kesehatan dengan kompetensi yang baik. Selain itu, ada hal-hal lain juga yang perlu diperhatikan, misalnya usia kehamilan, sebelum melakukan aborsi.
"Aborsi menjadi beban baik bagi para profesional yang memberikan layanan maupun bagi perempuan yang mengandung tersebut, sehingga mereka diberi bantuan psikologis, guna menentukan apakah akan melakukan terminasi kandungan atau tidak," ucapnya.ruf/S-2