Inflasi tinggi diperkirakan masih terjadi hingga pertengahan tahun ini sebelum mereda pada semester kedua mendatang. Pemerintah perlu mewaspadai lonjakan harga pangan ke depan.

JAKARTA - Pemerintah memperkirakan penurunan inflasi atau harga stabil dan cenderung turun serta penguatan pemulihan akan terjadi setidaknya pada semester kedua tahun ini. Kondisi tersebut sebagai dampak dari tekanan yang berasal dari respons kebijakan yaitu pengetatan moneter dan kenaikan suku bunga oleh otoritas moneter akan berkurang atau melambat turun.

"Ini memberikan harapan baru bahwa pada 2023 setidaknya pada paruh kedua, kita akan melihat kombinasi yang jauh lebih positif dari penurunan inflasi dan penguatan pemulihan," ungkap Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani, dalam acara Mandiri Investment Forum 2023 di Jakarta, Rabu (1/2).

Menkeu mengungkapkan beberapa negara saat ini sudah merilis data pertumbuhan ekonomi 2022 yang mencerminkan realisasi lebih baik dari yang diproyeksikan sebelumnya. Misalnya, ada negara yang sebelumnya diperkirakan terkontraksi, namun mampu tumbuh positif mencapai nol persen dan ada yang pada awalnya diprediksikan tumbuh nol persen tetapi mampu meningkat dalam kisaran 0,25 persen.

Pertumbuhan tersebut merupakan capaian bagus. Namun, kinerja itu menegaskan pelemahan ekonomi global itu ada. Mungkin tidak sedalam dan tidak separah sebelumnya, tetapi perlambatan tersebut ada dan akan berlanjut di kuartal I-2023 atau mungkin lebih lama hingga paruh pertama tahun ini.

Kendati demikian, Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini menilai hal tersebut sedikit lebih baik dan memberikan optimisme yang lebih dalam, sehingga pertumbuhan ekonomi akan pulih sementara dan tekanan pada harga akan mereda. "Itu adalah sesuatu yang sangat baik dalam arti bahwa dilema bagi banyak pembuat kebijakan akan jauh lebih mudah," tuturnya.

Menurut Sri Mulyani, situasi yang paling sulit adalah ketika pembuat kebijakan harus memilih antara menstabilkan harga, termasuk nilai tukar, atau mempertahankan pertumbuhan. Tentunya, seluruh pembuat kebijakan di negara mana pun tidak bisa memilih dan cenderung menginginkan keduanya. Namun untungnya, saat ini situasi tersebut sedikit mereda dan memberikan kemudahan.

Rantai Distribusi

Seperti diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi pada Januari lalu mencapai 5,28 persen dari periode sama tahun lalu atau year on year (yoy). Angka tersebut di atas target inflasi nasional pada 2023 di kisaran 2-4 persen. Secara bulanan, inflasi pada Januari 2023 tumbuh 0,34 persen month to month (mtm) atau lebih rendah dibandingkan catatan pada Desember 2022 sebesar 0,48 persen.

Kepala BPS, Margo Yuwono, meminta para pemangku kepentingan memperhatikan manajemen stok dan rantai distribusi pangan pokok sebagai upaya mengendalikan inflasi harga bergejolak produk pangan atau volatile food dalam beberapa waktu mendatang. Menurutnya, para stakeholder di tingkat pusat dan daerah perlu berkoordinasi untuk memperhatikan dinamika iklim dan cuaca yang dapat mempengaruhi harga komoditas pangan di dalam negeri.

"Dengan demikian, saat tidak musim panen, ketersediaan bahan pangan pokok masih mencukupi dan harga bisa terkendali," kata Margo.

Dia juga meminta pengambilan kebijakan dalam menaikkan harga komoditas perlu lebih cermat supaya dampaknya terhadap inflasi dapat dikelola dengan baik. Selain transmisi dari global, dia mengatakan inflasi selama 2022 banyak dipicu oleh kenaikan harga yang diatur oleh pemerintah.

Baca Juga: