Untuk mengatasi beban biaya tinggi logistik dibutuhkan strategi efisiensi antara lain tata kelola pelabuhan, infrastruktur, tracing, dan integrated logistic services.

JAKARTA - Indonesia berpotensi menghadapi gejolak harga di beberapa wilayah disebabkan belum maksimalnya peran sektor distribusi dalam membangun rantai pasok. Padahal, rantai pasok sangat berperan penting dalam dalam memenuhi ketersediaan barang dan stabilisasi harga pada berbagai wilayah.

Survei Logistics Performance Index (LPI) World Bank menyebutkan pada 2014, kinerja logistik Indonesia berada di peringkat 57 dari 155 negara. Dua tahun kemudian, pada 2016, posisi Indonesia malah mengalami penurunan kinerja sehingga posisi peringkat logistik melorot ke-63.

Kendati ada sejumlah perbaikan di dua tahun berikutnya, dan mengerek peringkat kinerja logistik Indonesia ke posisi 46 di 2018, posisi tersebut masih di bawah Thailand (32), Malaysia (41), dan Vietnam (39).

"Jadi, walau ada perbaikan peringkat secara global meningkat, di kawasan Asean Indonesia malah turun dari peringkat 4 ke 5," ungkap Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag), Oke Nurman, dalam seminar virtual terkait Membangun Rantai Pasok dan Operasional yang Efektif dan Efisien yang dipantau di Jakarta, Kamis (11/11).

Oke menyebutkan ada beberapa komponen biaya logistik yang terus memicu beban biaya tinggi. Pada industri manufaktur masih didominasi biaya transportasi, diikuti biaya gudang, juga harga sewa kontainer yang terus membengkak akibat pandemi, serta frekuensi pelayaran nasional yang menurun berdampak pada sewa kontainer.

"Untuk mengatasi masalah tersebut, perlu strategi efisiensi atas biaya logistik yang memang perlu diperhatikan, antara lain tata kelola pelabuhan, infrastruktur, tracing, integrated logistic services yang saat ini memang sedang dibangun pemerintah," ungkap Oke.

Kemendag melalui Ditjen Dalam Negeri dalam membangun rantai pasok akan membentuk jaringan logistik nasional antara lain dengan menyiapkan atau revitalisasi beberapa sarana perdagangan.

Sementara itu, kebijakan perdagangan antarpulau juga menjadi hal yang patut diperhatikan karena ada 17.500 pulau. "Konektivitas adalah tantangan dalam rantai distribusi barang pokok dan barang lainnya terutama dari daerah 3T (terpencil, terluar, dan perbatasan)," katanya.

Sesuai amanat Peraturan Presiden (Perpres) No 26 Tahun 2012 tentang Blueprint Sistem Logistik Nasional, dalam rangka menyiapkan pusat distribusi di regional maupun provinsi, Kemendang telah membangun 5.480 pasar sebagai rantai akhir di sektor hilir. Oke menambahkan, akan ada beberapa hambatan dan kendala terutama dalam penerapan sistem logistik nasional ini. Salah satu yang menjadi perhatian pemerintah adalah disiplin pelaku logistik.

Kurangi Ketimpangan

General Manager Operational PT Bimaruma Jaya - Member Korindo Group, Mustofa Kamal, mengatakan PDB (produk domestik bruto) Indonesia masih didominasi wilayah Jawa (58,75 persen) dan Sumatera (21,36 persen) menjadi cerminan bahwa ada ketimpangan yang salah satunya dipicu oleh faktor supply chain secara nasional.

Ada sejumlah faktor pemicu, pertama dan yang signifikan adalah infrastruktur. Kedua adalah regulasi, sebagai faktor yang pengaruhi percepatan rantai pasok nasional. Lalu, terakhir adalah birokrasi.

Baca Juga: