JAKARTA - Diabetes adalah penyakit metabolik akibat meningkatnya kadar glukosa atau gula darah. Gula darah sangat vital bagi kesehatan karena merupakan sumber energi penting bagi sel-sel dan jaringan, namun tidak boleh berlebih.

Penderita diabetes di Indonesia setiap tahunnya semakin meningkat. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) diperkirakan jumlah pasien diabetes di Indonesia khususnya tipe 2 akan mencapai 16,7 juta pada tahun 2045.

Tingginya penderita diabetes di Indonesia karena masyarakat kurang sadar akan bahaya penyakit ini. Maka, para ahli diimbau agar masyarakat mengenali risikonya, kemudian dilakukan pemeriksaan.

"Jangan sampai kita menunggu gejala diabetes. Saya katakan kalau menunggu gejala diabetes umumnya sudah terlambat," ujar mantan Executive Board Member International Diabetes Federation Western Pacific Region Prof Dr dr Sidartawan Soegondo, dalam webinar bertajuk "Bersama Diabetasol Sayangi Dia," Selasa (3/11).

Gejala diabetes ditandai dengan banyak makan, banyak minum dan sering buang air kecil. Pada penderita diabetes, glukosa tidak cukup bergerak dari aliran darah ke sel-sel tubuh sehingga merasa lapar.

Sering buang air kecil karena ketika kadar gula darah tinggi, ginjal mencoba mengeluarkan kelebihan gula dengan menyaringnya keluar dari darah. Lantaran sering buang air kecil membuat tubuh mengalami dehidrasi akibatnya menjadi cepat haus, akhirnya sering minum

Faktor risiko diabetes dari sisi keturunan bukan hanya dari orang tua saja. Mereka yang memiliki kakek-nenek atau saudara ayah ibu yang mengalami diabetes juga harus melakukan pemeriksaan, karena ini termasuk resiko.

Di samping keturunan faktor lain yang perlu diwaspadai adalah mereka yang ketika dilahirkan berbobot 4 kg ke atas, kegemukan, memiliki kolesterol tinggi dalam darah, dan gaya hidup malas gerak. "Kalau skornya risikonya makin tinggi maka kita melakukan pemeriksaan dan jangan sampai menunggu gejala diabetes tiba," ujar dia.

Sementara itu, Presiden Pengurus Besar (PB) Persatuan Diabetes Indonesia (Persadia) Dr dr Sony Wibisono mengatakan, mereka yang berisiko perlu melakukan pemeriksaan gula darah minimal 2-3 kali setahun, terutama ketika telah menginjak usia 40 tahun.

"Tapi kalau sudah ada faktor risiko sedang atau berat, jangan setahun, bisa lebih rapat lagi, misalnya 3 bulan sekali," ujar dia.

Pemeriksan gula darah sendiri, secara umum bisa menggunakan alat pemantauan tusuk jari atau monitor glukosa berkelanjutan seperti glukometer untuk mengukur gula darah dan tes HbA1c. Tes ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran rata-rata kadar gula darah seseorang selama tiga bulan terakhir.

Jika tidak memungkinkan, pemeriksaan bisa dilakukan di daerah telapak tangan pangkal ibu jari. Pada kondisi tertentu, misalnya, luka pada kedua tangan, pemeriksaan bisa dilakukan pada lengan bawah, paha dan telapak tangan. Namun, hasilnya tidak seakurat penusukan ujung jari.

Sementara itu, untuk tes HbA1c, bagi orang yang tidak menderita diabetes, tetapi masuk kategori berisiko, dokter bisa meminta melakukan tes ini selama pemeriksaan medis tahunan. Hasil pengujian biasanya dilaporkan dalam bentuk persentase. Jadi, semakin tinggi persentasenya semakin tinggi kadar gula darah dalam tiga bulan terakhir.

Sedang bagi mereka yang menderita diabetes, pemeriksaan gula darah menggunakan alat pengukur mandiri bisa dilakukan setiap hari atau sesuai rekomendasi dokter agar semakin dekat dengan target gula darah ideal, lalu menjalani tes HbA1c setidaknya dua kali setahun.

Target gula darah tanpa diabetes yakni 70-99 mg/dL saat puasa, lalu kurang dari 140 mg/dL 1-2 jam setelah makan dan kurang dari 5,7 persen pada tes HbA1c. Pada mereka dengan diabetes, gula darah harus mencapai 80-130 mg/dL saat puasa, kurang dari 180 mg/dL 1-2 jam setelah makan, dan tes HbA1c kurang dari 7 persen.

Secara umum, kadar gula darah normal setiap orang bisa terlihat berbeda tergantung usia, berat badan, jenis kelamin, dan faktor lainnya. Pemeriksaan gula darah lebih cepat lebih baik terutama jika terdapat keluarga yang menderita diabetes. Ini untuk mencegah komplikasi seperti serangan jantung, stroke, gagal ginjal hingga infeksi kaki yang berat. Hay/G-1

Baca Juga: