JAKARTA - Anak-anak normalnya harus melakukan aktivitas fisik. Setidaknya dalam sehari mereka perlu menghabiskan waktu sekitar 60 menit untuk kegiatan fisik seperti berlari, berjalan kaki, dan bersepeda.

Namun bila anak terlalu aktif dalam ketegori tertentu bisa jadi termasuk gejalan hiperaktif. Ini gejala utama gangguan attention deficit hyperactivity disorder (ADHD), gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (GPPH).

GPPH seseorang mengalami kesulitan mempertahankan atau mengendalikan gerakan fisik. Meski sebagian besar diderita anak-anak, tidak sedikit orang dewasa menderitanya.

Menurut dokter Spesialis Anak, Herbowo A Soetomenggolo, Sp.A(K) angka kejadian anak dengan GPPH ini bisa mencapai 2-18 persen dari total jumlah anak. "Setidaknya 1 dari 11 anak menderita GPPH," ujar dia dalam webinar.

Ia menuturkan, keaktifan anak dengan GPPH berlangsung secara persisten atau terus menerus selama lebih dari 6 bulan. Selain itu lokasi minimal di rumah dan sekolah. "Kalau anak tidak bisa diam hanya di satu tempat saja, bisa jadi itu bukan karena hiperaktif, melainkan anak tersebut hanya aktif saja," tuturnya.

Anak dengan GPPH terlihat sebelum menginjak usia 12 tahun. Sebab gangguan ini tidak muncul saat sesorang sudah dewasa, meskipun gangguan ini bisa berlangsung hingga umur dewasa pada seseorang.

Anak dengan GPPH umumnya sulit fokus (inatensi). Gejalan ini bisa terlihat apabila diberikan pertanyaan jawabannya tidak terkait dengan apa yang ditanyakan. Hal ini karena jawaban yang disampikan dari hal yang terlintas di pikiranya saat itu.

Herbowo mengatakan, gejala inatensi ini, tentu saja bisa menganggu proses belajarnya, menganggu hubungan sosial dengan teman dan orang lain, bahkan mengganggu perkerjaan saat dewasa. "Kalau tidak sampai mengganggu nilai akademik, mengganggu hubungan sosial, atau pekerjaan itu hanya anak aktif saja," ungkapnya.

Ia mengatakan cukup mudah mengetahui seseorang dengan gangguan GPPH atau tidak. Namun kalau masih ragu perlu bertemu dokter agar dapat dilakukan diagnosis secara mendalam dan upaya terapi yang perlu dilakukan.

Karena GPPH mengalami gangguan syaraf otak bukan anak yang mengalami gangguan IQ jadi bukan anak yang bodoh. Untuk mengatasi gangguan ini perlu dengan obat-obatan yang diresepkan oleh dokter. "Obat-obatan yang diberikan yang bisa membuat tenang sehingga bisa menerima perintah," kata Herbowo.

Ia menyarankan agar obat-obatan yang diberikan dipilih yang 1 kali sehari supaya tidak lupa. Jika yang 3 kali dikhawatirkan membuat mereka lupa sehingga gangguan pada syaraf tetap terjadi.

"Obat untuk GPPH sudah di-cover oleh BPJS, terapi perilaku juga gratis. Jadi saat ini urusan ekonomi tidak menghalangi ke RS. Syaratnya harus membayar iuran BPJS," kata Herbowo. Hay/G-1

Baca Juga: