JAKARTA - Migrain adalah penyakit neurologis yang lazim terjadi dan menimbulkan berbagai gejala, terutama sakit kepala yang terasa berdenyut, nyeri pada salah satu sisi kepala, atau bahkan menyerang leher penderita. Penyakit ini dapat memengaruhi kualitas hidup dan jika dibiarkan dapat berkembang kronis sehingga mempengaruhi performa harian seseorang.

Secara global, migrain termasuk salah satu masalah kesehatan yang paling banyak dikaitkan dengan disabilitas pada usia produktif. JIka penyakit ini tidak tertangani dengan baik dapat berkembang menyebabkan masalah kesehatan mental, dan penggunaan obat yang berlebih, yang membuatnya semakin sulit untuk ditangani.

Dalam paparannya Dr. dr. Restu Susanti, Sp.N, Subsp.NN(K), M.Biomed dari Perhimpunan Dokter Spesialis Neurologi Indonesia (Perdosnis) menyebutkan, migrain merupakan nyeri kepala intensitas berat. Gejalanya biasanya berupa nyeri kepala berdenyut pada satu atau dua sisi kepala, disertai mual muntah.

"Hal ini mengganggu aktivitas, dan dapat disertai sensitivitas terhadap cahaya maupun suara bising," jelasnya dalam seminar daring bertajuk Migrain Bukan Nyeri Kepala Biasa, Kamis (13/6).

Ketua Perdosni Dr. dr. Dodik Tugasworo P, Sp.N. Subsp.NIOO(K), MH juga menjelaskan, melalui sosialisasi migrain pada Bulan Kesadaran Migrain dan Sakit Kepala, pihaknya berharap masyarakat memiliki pemahaman yang lebih baik tentang migrain. Ia mengharapkan masyarakat untuk berkonsultasi dengan dengan dokter bila menghadapi gejalanya.

"Berkonsultasi dengan dokter untuk mendapatkan pengobatan yang tepat, serta memberi dukungan dan empati terhadap penderita migrain sebagai bagian dari kepedulian sosial dan komunitas," ujar dia.

Dalam paparannya Dr. dr. Restu Susanti, Sp.N, Subsp.NN(K), M.Biomed dari Perdosni menyebutkan, migrain merupakan nyeri kepala intensitas berat, dan gejalanya biasanya berupa nyeri kepala berdenyut pada satu atau dua sisi kepala, disertai mual muntah, mengganggu aktivitas, dan dapat disertai sensitivitas terhadap cahaya maupun suara bising.

Adapun temuan Laporan Survei Profil Penyakit Migrain yang dilakukan oleh IQVIA pada bulan Desember 2023 menyebutkan, 67 persen responden mengalami migrain berturut-turut antara 6 bulan hingga 1 tahun. Sebesar 50 persen penderita mengalami frekuensi terkena 1-4 kali setiap bulan.

Sebesar 57 penderita penderita mengkonsumsi obat pusing biasa. Rata-rata tingkat kesakitan mencapai 8,2 dari 0 (tidak sakit) hingga 10 (sangat sakit). Rata-rata sebanyak 4.5x setiap bulannya terserang migrain dan mayoritas mengalami migrain episodic.

Ahli neurologi Perdosni dr. Henry Riyanto Sofyan, Sp.N. Subsp.NN(K), menyebutkan bahwa migrain adalah kelainan neurologis yang tidak hanya menyebabkan sakit kepala, tetapi seringkali juga merupakan kumpulan gejala yang dapat memengaruhi kehidupan sehari-hari, yang disebabkan oleh perubahan kimiawi tubuh dan otak, dan faktor genetik yang merupakan penyebab separuh dari semua.

Ia menjelaskan terdapat beberapa jenis migrain yaitu migrain dengan aura berupa sensasi kilatan cahaya pada salah satu lapangan pandang sebelum serangan nyeri, dan yang paling banyak adalah migrain tanpa aura. Berdasarkan perjalanan waktunya, dapat dibagi atas migrain episodik jika nyeri kepala terjadi anatra kurang dari 15 hari dalam sebulan dan migrain kronis jika nyeri kepala kurang 15 hari dalam sebulan dan sudah terjadi selama setidaknya 3 bulan.

"Saat terkena migrain, pasien seringkali disertai mual, muntah, dan kepekaan ekstrem terhadap cahaya dan suara, yang bisa berlangsung berjam-jam hingga berhari-hari sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari dan bahkan dapat melemahkan dan menyakitkan," jelasnya.

Migrain akibat penggunaan obat yang berlebihan disebabkan oleh penggunaan obat yang kronis dan berlebihan untuk mengobati sakit kepala, sebagai gangguan sakit kepala sekunder yang paling umum. Tipe ini lebih banyak terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki.

Lebih lanjut dr. Henry menguraikan bahwa gejala migrain dengan aura dapat berkembang melalui empat tahap yaitu prodromal, aura, serangan, dan pasca-dromal. Namun, tidak semua orang yang menderita migrain melewati semua tahapan tersebut.

Pada migrain klasik/migrain dengan aura dapat terjadi 4 tahapan sebagai berikut, prodromal terjadi satu atau dua hari sebelum terjadi, dimana perubahan halus akan datangnya penyakit dapat dirasakan, termasuk sembelit, perubahan suasana hati, dari depresi hingga euforia, mengidam makanan, leher kaku, peningkatan buang air kecil, retensi cairan, hingga sering menguap.

Aura atau kunang-kunang muncul sebelum atau selama migrain, bersifat visual tetapi dapat juga mencakup gangguan lain. Setiap gejala biasanya dimulai secara bertahap, berkembang selama beberapa menit dan dapat berlangsung hingga 60 menit.

"Serangan migrain dapat berlangsung 4 hingga 72 jam jika tidak diobati, dan kejadian pada setiap orang dapat beragam. Seseorang dapat terkena serangan migrain beberapa kali dalam sebulan," terang dr. Henry.

Padamigraine post-dromalterjadi setelah serangan, dimana pasien merasa lelah, bingung, dan tidak berdaya hingga seharian. Gerakan kepala yang tiba-tiba juga dapat menimbulkan rasa sakit lagi untuk sementara. Sementara migrain tanpa aura adalah nyeri kepala dengan gambaran di atas tanpa disertai adanya aura.

"Jika mempunyai riwayat sakit kepala, atau jika pola sakit kepala berubah atau sakit kepala terasa berbeda, atau sering mengalami tanda dan gejala migrain, catat serangan yang dialami dan cara Anda menanganinya, segera konsultasi dengan dokter, untuk menyingkirkan adanya masalah medis yang lebih serius serta untuk mendapatkan penanganan yang tepat berdasarkan tipe nyeri kepalanya," pintanya.

Seorang 'Pejuang Migrain,' Muhammad Ainul Fahmi dari Surabaya mengatakan bahwa penting untuk memahami migrain. Fahmi menyarankan untuk melakukan beberapa perawatan seperti kompres panas atau dingin untuk mengurangi ketegangan.

"Beristirahat di tempat yang tenang, melakukan pijatan lembut pada kepala yang terasa sakit, menambah konsumsi air minum, tidur yang cukup, menjaga pola makan yang sehat, olahraga aerobik untuk meregangkan otot yang tegang, dan jangan lupa selalu konsultasi dengan dokter," katanya.

Untuk menurunkan atau menghindari serangan migrain, Fahmi berolahraga secara teratur, termasuk latihan aerobik seperti jalan kaki,jogging,atau bersepeda. Mengelola stres baik melalui terapi atau melakukan relaksasi membuat jadwal kegiatan dan kebiasaan yang teratur termasuk waktu makan dan waktu tidur, serta mengupayakan keseimbangan hidup dengan pilihan gaya hidup sehat.

Ketua Tim Kerja Gangguan Otak, Direktorat Pencegahan & Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes RI dr. Tiersa Vera Junita M.Epid., menuturkan, dalam rangka peringatan Bulan Kesadaran Migrain dan Sakit Kepala, pemerintah mendukung penuh upaya Perdosni untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai penanganan penyakit migrain yang tepat.

"Kami berharap melalui acara tersebut masyarakat mendapat pemahaman akan pentingnya mengatasi gejala penyakit migrain sedini mungkin. Kami berharap masyarakat selalu berkonsultasi dengan dokter, mengingat migrain adalah penyakit yang dapat memengaruhi kualitas hidup, dan dapat berkembang kronis sehingga mempengaruhi performa harian seseorang," ucapnya.

Menurut Tiersa, secara global migrain termasuk salah satu masalah kesehatan yang paling banyak dikaitkan dengan disabilitas pada usia produktif. Migrain yang tidak tertangani dengan baik dapat berkembang menyebabkan masalah kesehatan mental, dan penggunaan obat yang berlebih, yang membuatnya semakin sulit untuk ditangani.

Senior Manager Global Policy and Public Affairs Pfizer Indonesia, Khoirul Amin turut menyampaikan, Pfizer berharap dengan adanya seminar edukatif ini, masyarakat dapat meningkatkan pemahaman dan kepedulian mengenai migrain. Hal ini tidak hanya berlaku bagi penderita namun juga bagi penderita migrain, tetapi juga keluarga, sahabat, dan rekan kerja.

Ketua Perdosni, Dr. dr. Dodik Tugasworo P, Sp.N. Subsp.NIOO(K), MH berharap pemahaman masyarakat tentang migrain dapat meningkat. Mereka diharapkan dapat melakukan deteksi dini dengan berkonsultasi dengan dokter untuk perawatan yang tepat, serta terbentuknya Komunitas Peduli Migrain sebagai empati dan kepedulian terhadap para pejuang migrain.

Baca Juga: