JAKARTA - Sunat atau khitan adalah operasi pengangkatan kulup yang merupakan kulit penutup ujung alat kelamin pria. Salah satu metode sunat yang ditawarkan menggunakan teknik laser. Prosesnya lebih cepat, praktis, dan minim pendarahan.
Namun, di balik sunat laser masyarakat belum banyak mengetahui bahaya teknik ini. Kisah bocah di Pekalongan beberapa tahun lalu yang kepala kelaminnya ikut terpotong setelah disunat dengan teknik laser merupakan contoh bahaya sunat laser.
Menurut dokter spesialis urologi Dr Arry Rodjani, SpU (K), tidak seperti teknologi laser umumnya yang menggunakan cahaya, sunat laser memakai energi panas alat elektrokauter untuk memotong jaringan, koagulasi, dan diseksi.
Penggunaan kauter pada sunat laser, arus listrik langsung menuju jaringan penis. Apabila preputium (kulup penis) dipotong dengan kauter berisiko terjadi total phallic loss atau gangguan saraf yang parah.
"Oleh karenanya, sebelum sirkumsisi yang perlu diperhatikan, indikasi dan kontraindikasi," ujar dia dalam diskusi virtual berjudul "Pentingnya Edukasi dan Sosialisasi Bahaya Sunat Laser kepada Masyarakat" yang diadakan Forum Forum Jurnalis Online Rabu (4/3).
Ia menambahkan energi listrik diarahkan langsung menuju jaringan penis berisiko menyebabkan terbakarnya jaringan sampai ke glans penis dan dapat menyebabkan luka bakar yang hebat. Kondisi ini bisa berakhir dengan teramputasinya glans penis terutama saat kulup dipotong terjadi kontak antara kauter dengan klem.
"Umumnya alasan menggunakan sunat laser karena lebih cepat dan resiko perdarahan yang lebih sedikit. Namun mengingat bahaya yang dapat terjadi sangat serius dan umumnya berakhir dengan kerusakan jaringan yang tidak dapat diperbaiki, sudah seharusnya teknik sunat ini tidak boleh dilakukan," jelas Arry.
Bahkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melalui WHO Task Force of Circumcision merekomendasikan sunat harus dilakukan oleh tenaga yang terlatih dan kompeten dengan menggunakan teknik yang steril dengan memperhatikan penanganan nyeri yang baik. Beberapa studi bahkan tidak lagi menganjurkan sunat laser untuk dilakukan.
Sementara itu, Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Bedah Indonesia, Prof Andi Asadul Islam mengatakan pendarahan pada sunat laser memang lebih sedikit, "Namun risiko kepala penis terpotong, cedera pada kelenjar penis atau uretra dan luka bakar jauh lebih tinggi," tuturnya.
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Divisi Monitoring dan Evaluasi, Jasra Putra, mengatakan, sosialisasi perlu ditingkatkan kepada masyarakat terkait dengan kelebihan dan kekurangan dari prosedur sunat yang ada saat ini, agar masyarakat teredukasi memilih sunat yang aman dan minim risiko untuk anak.
"Perlunya mengarahkan masyarakat untuk melaksanakan prosedur sunat di fasilitas kesehatan yang memiliki izin dan memiliki standar operasional prosedur dalam melaksanakan sunat dengan tenaga kesehatan yang kompeten dan terjangkau," ujar dia.