Kenaikan harga tiket pesawat ekonomi berpotensi mendorong inflasi yang bisa menggerus daya beli masyarakat sehingga bisa mengganggu pemulihan ekonomi nasional.

JAKARTA - Kenaikan harga tiket pesawat kelas ekonomi berisiko membebani daya beli masyarakat yang masih melemah karena dampak krisis kesehatan dan ekonomi akibat pandemi Covid-19. Kondisi itu dikhawatirkan dapat mengganggu pemulihan ekonomi nasional.

Pengamat penerbangan, Gatot Rahardjo, menilai kenaikan tarif pesawat udara akan meresahkan masyarakat dan dapat memacu inflasi yang kini berada di tren peningkatan. Kebijakan pemerintah menaikkan tiket pesawat ekonomi tersebut dinilai ambigu.

"Saya juga melihat keanehan di sini. Dalam keterangan persnya Direktorat Jenderal Perhubungan Udara memberikan kesempatan bagi maskapai untuk menaikkan tarif, namun di sisi lain mengimbau agar penetapan tarif lebih terjangkau. Ini kan membinggungkan," ujar Gatot kepada Koran Jakarta, Minggu (7/8).

Gatot memperingatkan kebijakan tersebut dapat memberatkan masyarakat, terutama pengguna transportasi udara. Menurutnya, pemerintah seharusnya bisa membuat aturan yang dapat menyeimbangkan antara bisnis penerbangan dan memperhatikan daya beli masyarakat.

Lebih lanjut, dia meminta pemerintah lebih tegas. Sebab, tugas pemerintah itu mengatur, mengawasi dan mengendalikan, termasuk dalam bisnis penerbangan, bukan cuma mengimbau. Selain itu, pemerintah menjadi regulator di penerbangan disebabkan sebagai pembuat aturan, termasuk dengan mengatur tarif, modal, dan kepemilikan maskapai.

"Saya mendukung pemerintah agar tidak kalah dengan operator dalam bisnis penerbangan. Namun, dengan tindakan yang tegas, yaitu mengatur, mengawasi, dan mengendalikan, bukan hanya mengimbau," kata Gatot.

Sebelumnya, pemerintah melalui Kementerian Perhubungan menerbitkan Keputusan Menteri (KM) Perhubungan 142 Tahun 2022 tentang Besaran Biaya Tambahan (Surcharge) untuk Tarif Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri. Kebijakan tersebut diterbitkan di tengah gejolak pasar komoditas global, terutama tingginya harga minyak mentah dunia.

Plt Direktur Jenderal Perhubungan Udara, Nur Isnin Istiartono, mengatakan adanya fluktuasi bahan bakar (fuel surcharge) maka Tarif Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri dinaikan. Hal ini tertuang pada KM 142 Tahun 2022 tentang Besaran Biaya Tambahan (Surcharge).

"Besaran surcharge untuk pesawat udara jenis jet, paling tinggi 15 persen dari tarif batas atas sesuai kelompok pelayanan masing-masing maskapai, sedangkan pesawat udara jenis propeller paling tinggi 25 persen dari tarif batas atas sesuai kelompok pelayanan masing-masing maskapai," katanya.

Optimalkan Momentum

Pada kesempatan terpisah, Direktur Utama Garuda Indonesia, Irfan Setiaputra, mengatakan pihaknya memastikan senantiasa patuh terhadap ketentuan dan kebijakan harga tiket pesawat khususnya yang mengacu pada aturan Tarif Batas Atas (TBA) dan Tarif Batas Bawah (TBB) maupun kebijakan penunjang dalam kaitan komponen harga tiket lainnya.

Maskapai berpelat merah itu mengajak seluruh stakeholder penerbangan fokus mengoptimalkan momentum pemulihan ekonomi nasional dengan terus memperkuat sinergitas dalam memaksimalkan aksesibilitas masyarakat terhadap layanan transportasi udara yang aman dan nyaman.

Baca Juga: