Pemerintah sebaiknya melakukan kajian secara detail mengenai apakah momentum menaikkan tarif listrik saat ini tepat ketika pemulihan ekonomi dibayangi laju inflasi global yang tinggi.

JAKARTA - Pemerintah diminta jangan menaikkan tarif dasar listrik untuk golongan nonsubsidi tahun depan. Penyesuaian tersebut berpotensi memicu kenaikan inflasi, jauh lebih tinggi dari rentang target di kisaran 2-4 persen. Percepatan inflasi tersebut dikhawatirkan dapat mengganggu proses pemulihan ekonomi nasional.

Direktur Celios, Bhima Yudisthira, menegaskan perubahan harga layanan listrik dapat menaikkan tekanan harga. "Pemerintah juga harus berhati-hati karena Indonesia masih menghadapi ancaman pandemi varian baru yang berisiko menurunkan aktivitas ekonomi," tegasnya pada Koran Jakarta, Selasa (30/11).

Menurutnya, tarif energi sebaiknya tetap sama seperti 2021. Dia memperingatkan pemerintah jangan terburu buru melakukan austerity policy atau kebijakan penyesuaian tarif yang justru dapat menghambat pemulihan ekonomi kelas menengah.

Bhima mengingatkan soal kondisi terkini negara-negara maju yang sudah terlebih dahulu mengalami inflasi tinggi. Dia berharap situasi seperti itu tak terjadi di Indonesia tahun depan. "Sebaiknya harus ada kajian detail, apakah momentum menaikkan tarif tepat ketika pemulihan ekonomi menghadapi laju inflasi global yang tinggi," ungkap Bhima.

Seperti diketahui, pemerintah memproyeksikan inflasi dalam asumsi makro di APBN 2022 sebesar 3 persen atau sama dengan proyeksi untuk tahun ini. Namun, sejumlah pengamat memperkirakan inflasi tahun depan lebih tinggi dari asumsi pemerintah.

Indef memprediksi inflasi tahun depan naik drastis menjadi sekitar 3,5 persen. Indef menilai tanda-tanda kenaikan inflasi pada 2022 tak hanya terjadi di perekonomian domestik, namun juga di negara maju. Akselerasi pemulihan di negara maju membuat kenaikan inflasi sudah mereka rasakan. Sebaliknya, negara berkembang masih berjuang memulihkan daya beli dan menaklukkan pandemi Covid-19.

Rencana Penyesuaian

Sementara itu, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Rida Mulyana, mengungkapkan pemerintah bersama dengan Badan Anggaran DPR RI berencana menerapkan kembali penyesuaian tarif atau tariff adjustment bagi 13 golongan pelanggan listrik PT PLN (Persero) nonsubsidi pada 2022.

Dia menyebutkan jika kondisi pandemi Covid-19 membaik, kemungkinan besar tariff adjustment ini akan diterapkan kembali sesuai aturan awal pada 2022. "Tarif listrik bagi golongan pelanggan nonsubsidi ini bisa berfluktuasi alias naik atau turun setiap tiga bulan disesuaikan dengan setidaknya tiga faktor, yakni kurs, harga minyak mentah dunia, dan inflasi," ucapnya di Jakarta, Senin (29/11).

Namun, Rida menyebut pemerintah menahan penerapan skema tariff adjustment ini sejak 2017 dengan alasan memperhatikan daya beli masyarakat yang masih rendah. Akibatnya, pemerintah harus memberikan kompensasi kepada PT PLN (Persero) atas selisih Biaya Pokok Penyediaan (BPP) listrik atau tarif keekonomian dengan tarif yang dipatok pemerintah bagi pelanggan nonsubsidi.

"Kapan tariff adjustment naik tentunya kami harus ngobrol dengan sektor lain, kami hanya menyiapkan data dan beberapa skenario, keputusannya kepada pimpinan," kata Rida.

Baca Juga: