Pemerintah perlu mewaspadai dampak negatif dari rencana pengurangan subsidi listrik dan gas elpiji yang bisa semakin menggerus daya beli masyarakat yang kini masih melemah akibat dampak pandemi.

JAKARTA - Pemerintah perlu berhati-hati jika ingin menaikkan tarif listrik dan elpiji. Sebab, tahun ini daya beli masyarakat belum benar-benar pulih karena dampak pandemi Covid-19.

Perlunya kewaspadaan ini seiring dengan rencana pemerintah yang akan menaikkan tarif listrik mulai Juli atau triwuan III-2021 dan kenaikan harga elpiji 3 kilogram (kg). Perubahan kebijakan jangan sampai menambah angka kemiskinan baru.

Direktur Eksekutif Energi Watch, Mamit Setiawan, meminta pemerintah menyiapkan kebijakan pendukung untuk memperkuat daya beli masyarakat terdampak pandemi, salah satunya menambah nilai bantuan sosial (bansos) tunai.

"Selain itu juga bisa menggunakan skema subsidi tetap seperti solar. Misalnya, listrik subsidi per kwh (kilowatt per hour) berapa rupiah. Saya kira untuk elpiji juga bisa dilakukan seperti itu. Biar daya beli masyarakat juga terbantu," tegas Mamit pada Koran Jakarta, Minggu (11/4).

Lebih lanjut, diakui Mamit, penyesuaian tarif energi ini memang sebagai langkah pemerintah untuk menyelamatkan keuangan negara akibat menanggung beban subsidi. Jika tidak dilakukan perubahan, tentu berimplikasi buruk ke depannya.

Langkah ini juga, terang Mamit, akan membantu keuangan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) dan PT Pertamina (Persero) karena harga sesuai dengan keekonomian sehingga dua BUMN energi itu tidak perlu menunggu dana kompensasi dibayarkan.

"Memang ini seperti buah simalakama. Kondisi perekonomian masyarakat saya pastikan belum tumbuh tahun ini karena pandemik belum berakhir. Kegiatan usaha masih belum berjalan normal. Pasti akan memberatkan kondisi keuangan masyarakat jika listrik akan dilakukan penyesuaian dan elpiji dengan subsidi tertutup," ujar Mamit.

Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Rida Mulyana, mengaku telah merumuskan lima skenario untuk melakukan penyesuaian tarif listrik. Hal itu tak lepas dari rencana menghapus kompensasi tarif listrik bagi pelanggan PLN golongan nonsubsidi.

Sejumlah skenario itu merupakan rumusan tarif listrik yang akan mulai berlaku pada Juli-September 2021. Hal itu disampaikan Rida saat menggelar rapat bersama Badan Anggaran DPR RI, tengah pekan lalu.

Rida menyebut, saat ini PLN memiliki 38 golongan pelanggan dengan rincian 25 golongan bersubsidi dan 13 golongan nonsubsidi/ penerima kompensasi. Selama ini, terang dia, pemerintah terus membayarkan kompensasi terhadap pemakaian listrik pelanggan PLN yang masuk 13 golongan nonsubsidi ini. Dipaparkan Rida sejak 2017, tarif listrik untuk ke-13 golongan itu tidak pernah disesuaikan.

"Jika untuk triwulan III 2021 ada 13 golongan yang kalau tidak disesuaikan tarifnya, maka akan menimbulkan kompensasi. Dari 13 golongan sekitar hampir 42 juta pelanggan. Dengan melakukan penyesuaian tarif negara bakal menghemat 22,12 triliun rupiah dari proyeksi subsidi 61,09 trilliun rupiah dalam RAPBN tahun 2022," ucap Rida.

Subsidi Tertutup

Tak hanya tarif listrik, yang bakal berubah juga terkait dengan harga elpiji kg. Hal itu seiring dengan perubahan skema distribusinya yang mulai tahun depan menjadi tertutup dari terbuka. Nanti, bentuknya nontunai langsung kepada rumah tangga sasaran.

Ketua Badan Anggaran DPR, Said Abdullah, menegaskan perubahan ini bertujuan bertujuan agar penyaluran subsidi lebih tepat sasaran. Elpiji 3 kg ini akan dijual dengan harga keekonomian untuk menghilangkan disparitas harga di pasar.

Baca Juga: