JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS), pada Senin (9/5), mengumumkan Nilai Tukar Petani (NTP) dan Nilai Tukar Usaha Petani (NTUP) secara tahunan pada April 2022 naik dibanding periode yang sama tahun lalu. Namun dibanding bulan sebelumnya, NTP dan NTUP menurun.

Penurunan NTP dan NTUP dibanding bulan sebelumnya itu disebabkan peningkatan harga kebutuhan petani dan rumah tangga seperti minyak goreng dan bahan bakar, serta peningkatan biaya produksi pada beberapa komoditas.

Pengamat Pertanian dari Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jawa Timur, Surabaya, Ramdan Hidayat, mengatakan penurunan NTP dan NTUP pada April dari bulan sebelumnya menunjukkan nasib petani semakin terpuruk di tengah kenaikan harga.

"Penurunan ini bisa menunjukkan dua hal, tingkat produksi yang turun atau justru margin petani yang tertekan akibat kenaikan biaya saprodi, biaya distribusi dan transportasi," kata Ramdan.

Padahal dengan krisis pangan yang terjadi, demand sedang naik, termasuk harga di tingkat konsumen. Tetapi, keuntungan dari kenaikan harga itu hanya dinikmati pengepul dan distributor. Bagi petani, justru tragis karena mereka tertekan oleh kenaikan harga-harga tadi.

"Bila ingin menolong, seharusnya pemerintah membantu memperbaiki sistem distribusi dari petani. Selama ini yang terjadi, kepemilikan lahan mereka terlalu kecil sehingga hasilnya tidak menutupi untuk biaya transportasi-distribusi. Ini yang membuat kebergantungan petani pada pengepul tetap terjadi," tuturnya.

Sebelumnya, Kepala BPS, Margo Yuwono, dalam keterangan persnya di Jakarta, Senin (9/5), mengatakan NTP secara tahunan atau year on year (yoy) mengalami kenaikan. Pada April 2022, NTP tercatat 108,46 atau lebih tinggi dibandingkan NTP April 2021 yang tercatat 102,93.

Selain NTP, NTUP pada April 2022 mengalami kenaikan menjadi 108,64 dibandingkan NTUP April 2021 sebesar 103,55. Meski secara tahunan naik, tetapi NTP maupun NTUP secara bulanan mengalami penurunan. NTP pada Maret 2022 tercatat 109,29, sedangkan NTUP mencapai 109,25.

Menurut Margo, penurunan terjadi karena indeks harga yang diterima petani nilainya lebih rendah dibandingkan dengan indeks yang harus dibayarkan petani.

"Indeks harga yang diterima petani kenaikannya hanya meningkat 0,06 persen, sementara indeks yang dibayar petani 0,83 persen," katanya.

BPS juga mencatat penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian mengalami pertumbuhan positif dengan distribusi penduduk yang bekerja mencapai 29,96 persen atau sekitar 1,86 juta orang.

Biaya Produksi

Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementerian Pertanian, Kuntoro Boga Andri, seperti dikutip dari Antara, mengatakan penurunan itu disebabkan peningkatan harga kebutuhan petani dan rumah tangga seperti minyak goreng dan bahan bakar, serta peningkatan biaya produksi pada beberapa komoditas. Namun demikian, penerimaan petani tetap baik karena permintaan tinggi untuk komoditas pangan dan pertanian terutama saat Puasa dan Lebaran 2022.

Kuntoro menyampaikan apresiasinya atas kerja keras petani, peternak, dan semua pihak dalam mendorong sektor pertanian yang lebih kuat dan mandiri. Karena itu, Kuntoro mengajak masyarakat untuk menjaga momentum tersebut agar pertanian dan kesejahteraan petani tetap tumbuh secara baik.

"Apalagi saat ini kita sedang menghadapi panen raya di seluruh daerah. Momentum ini harus kita jaga bersama agar tidak terjadi penurunan harga hasil panen," kata Kuntoro.

Baca Juga: