JAKARTA - Bank Indonesia (BI) memperingatkan kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau The Fed mempersulit negara berkembang untuk bisa pulih dari pandemi Covid-19. Sebab, negara berkembang harus mengatasi dampak dari rambatan global, ketidakpastian, dan kenaikan suku bunga itu terhadap arus modal.

Selain itu, kenaikan suku bunga acuan The Fed turut membatasi kemampuan negara berkembang merumuskan kebijakan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi masing-masing.

Gubernur BI, Perry Warjiyo dalam acara Leader's Insight Kuliah Umum BI di Jakarta, Senin (21/3), menyebutkan normalisasi kebijakan moneter menjadi salah isu yang diangkat dan disampaikan pada Presidensi G20 di Indonesia, terutama mengenai perlunya normalisasi negara maju dikalibrasi secara baik, direncanakan dengan baik, dan dikomunikasikan dengan baik.

Seluruh hal tersebut, lanjutnya, harus dilakukan agar dampak normalisasi kebijakan pada perekonomian global dan negara berkembang bisa dimitigasi dengan baik. Dia menyebutkan normalisasi kebijakan di negara maju sudah mulai berlangsung dan kemungkinan akan lebih cepat dibanding negara lainnya.

"Kita sudah melihat bahwa Fed sudah mulai menaikkan suku bunga, semula kami perkirakan lima kali kenaikan, tapi dengan inflasi yang tinggi dan pertumbuhan ekonomi yang cepat, kemungkinan akan mendorong bank sentral AS menaikkan tujuh kali, termasuk bulan ini," ungkap Perry.

Risiko Global

Dirinya menyampaikan kenaikan suku bunga AS akan berdampak pada kenaikan suku bunga global dan persepsi risiko global. Karenanya, normalisasi kebijakan tersebut menjadi salah satu tantangan di tengah pola pertumbuhan ekonomi negara-negara di dunia yang tak seimbang.

Sebelumnya, BI memprediksikan The Fed akan menaikkan suku bunga acuan sebanyak tujuh kali pada 2022, termasuk peningkatan yang sudah dilakukan pada Maret sebesar 25 basis poin. Karenanya, BI akan merespons kenaikan suku bunga acuan Fed dengan menjaga imbal hasil atau yield surat berharga negara (SBN) dan nilai tukar rupiah.

Dengan kenaikan suku bunga Fed, Perry menuturkan imbal hasil obligasi AS pun sudah naik dari yang dahulu 1,3 persen menjadi 1,9 persen, serta terdapat kemungkinan meningkat hingga 2,1 persen dan 2,3 persen pada tahun depan.

Seperti diketahui, The Fed, Rabu (16/3), menaikkan suku bunga acuannya untuk pertama kalinya sejak 2018 karena berusaha menjinakkan inflasi AS tertinggi dalam empat dekade. The Fed menaikkan FFR sebesar 25 basis poin menjadi di kisaran 0,25-0,50 persen.

Baca Juga: