JAKARTA - Pihak Universitas Trisakti (Usakti) menagih janji Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) yang akan menjadikan kampus tersebut sebagai Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN-BH) Otonom. Janji tersebut merupakan tindak lanjut dari putusan Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung (MA) tahun 2016 yang memperkuat status Usakti sebagai aset milik negara.

"Kami bingung dengan langkah Menristekdikti terhadap kampus ini. PK dari MA tegas menyatakan bahwa Usakti sebagai aset negara, tapi keputusan untuk menjadikan kampus ini sebagai PTN justru berlarut-larut," kata dosen dan sekaligus Wali Amanat Usakti, Advendi Simangunsong, di Jakarta, Kamis (12/4).

Advendi menuturkan langkah Menristekdikti menempatkan Dirjen Sumber Daya Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, Ali Ghufron Mukti sebagai Pjs Rektor Usakti, juga tidak memberikan titik terang. Sebab, sejak menjabat November tahun 2016, Gufron praktis tidak melakukan kebijakan yang mengarah pada pelaksanaan Keputusan PK dari MA tersebut.

Sebenarnya, kata Advendi, jika Kemenristekdikti berniat mengurus status Usakti, hal itu bisa diselesaikan dalam waktu yang singkat, tidak sampai bertahun-tahun. "Asal ada kemauan dari kementerian, bikin rancangan dua hari juga bisa," katanya. A dvendi menceritakan, ketika Kemenristekdikti menyatakan masuk ke dalam Usakti, pihaknya saat itu tengah dalam proses pemilihan rektor, namun proses tersebut dihentikan lantaran Kemenristekdikti berjanji akan mengurus kelembagaan Usakti terlebih dulu.

Kemenristekdikti lalu mengangkat Pjs dari kementerian untuk menjabat rektor dan mengurusi status kelembagaan Usakti, tapi janji tersebut sampai saat ini makin jauh untuk terealisasi. Memecah Belah Yang terjadi, kata Advendi, Pjs Rektor malah memecah belah kampus dengan memberhentikan orang-orang yang dianggap menentang, dan memperpanjang masa bakti orang-orang mendukung keberadaannya.

"Itu tidak sesuai dengan surat tugas Pjs Rektor untuk mengambil tindakan yang hanya bersifat di bidang Tridarma," katanya. Upaya memecah belah itu dilakukan terhadap civitas kampus yang mendukung pengesahan Usakti sebagai PTN. Karena dengan status itu, aset Usakti yang merupakan milik negara lebih terjamin.

Salah satu korban bersih-bersih itu adalah Yuswar Zainul Basri yang menjabat sebagai Wakil Rektor Usakti. Yuswar diberhentikan Menristekdikti berdasarkan Kepmen Nomor 458/M/KPT.KP/2017 tertanggal 3 November 2017. Namun, pemberhentian tersebut mendapat penolakan dari kalangan kampus karena dinilai tidak ada aturan di mana wakil rektor diberhentikan oleh menteri.

"Jangankan Usakti, di perguruan tinggi negeri mana pun yang berbadan hukum, menteri hanya punya hak 35 persen melalui majelis wali amanatnya, tapi ini kok menteri malah memberhentikan seorang pembantu rektor, ini betul-betul kebablasan," katanya. A kibat pemecatan tersebut, Yuswar pun menggugat Menristekdikti dan Pjs Rektor Usakti, pada Desember 2017. Hingga saat ini, gugatan tersebut masih berjalan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. cit/E-3

Baca Juga: