JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian BUMN didesak untuk aktif membantu jajaran manajemen merestrukturisasi utang perusahaan agar tidak kolaps. Restrukturisasi diharapkan bisa memberi ruang bagi Garuda Indonesia agar tetap bisa membiayai operasionalnya, sambil melakukan pembenahan operasional perusahaan yang selama ini membebani.
Pakar ekonomi dari Universitas Internasional Semen Indonesia, Surabaya, Leo Herlambang, mengatakan, ada beberapa alternatif untuk menyelamatkan maskapai Garuda sebagaimana dilakukan banyak negara menyelamatkan industri penerbangannya.
"Bukan Cuma Garuda yang mengalami kesulitan keuangan, banyak seperti Malaysia dan Singapura. Saat ini, bisnisnya dikecilkan, dalam keadaan seperti ini nomor satu yang penting selamat dulu. Kalau memang tidak bisa beroperasi secara optimal, jalan satu satunya adalah mengecilkan bisnis, sehingga pengeluaran bisa diminimalisasi," kata Leo.
Dia mengakui, sebagai konsekuensinya adalah frekuensi dan trayek penerbangan akan berkurang.
Sementara kalau memilih menyelamatkan, maka tentu butuh setoran modal lagi, pemerintah harus mencari sumber pendanaannya bisa dengan menerbitkan surat utang, atau pihak-pihak mengkonversi piutangnya menjadi saham, dengan konsekuensi kepemilikan negara berkurang.
"Mengurangi skala bisnis salah satu cara, kalau tidak ikhlas dimiliki publik lebih banyak lagi. Jadi bahasanya ada dua, kalau ingin selamat mengecilkan, kalau diselamatkan, negara harus menambah utang, atau dimiliki oleh kreditur dengan konsekuensi kepemilikan berkurang," kata Leo.
Persepsi Investor
Sementara itu, Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudisthira mengatakan, penundaan pembayaran kupon sukuk perlu dilakukan hati-hati mengingat instrumen sukuk dibeli oleh berbagai jenis investor mulai dari institusi seperti bank dan lembaga manajemen aset hingga investor retail.
"Persepsi investor terhadap perusahaan BUMN akan menurun, padahal Sukuk BUMN laku di pasar, karena ada jaminan pemerintah menanggung apabila BUMN mengalami gagal bayar. Dalam kondisi yang dialami Garuda, bukan gagal bayar utang, tapi meminta penundaan pembayaran kupon," kata Bhima.
Menurut Bhima, pemerintah selaku pemegang saham mayoritas harus segera dorong efisiensi ekstrem di Garuda pada semua lini guna menekan biaya operasional. Untuk membantu mengatasi kesulitan likuiditas, maka pemerintah bisa segera mencairkan dana talangan karena dari 8,5 triliun rupiah baru cair 1 triliun rupiah.
"Ibarat pertolongan pertama serangan jantung maka dana talangan Garuda yang 8,5 triliun rupiah bisa memberikan cashflow untuk bayar kewajiban rutin seperti kupon sukuk," kata Bhima.
Setelah langkah itu, dia menyarankan Pemerintah untuk membentuk holding penyelamatan garuda mengikuti strategi Jiwasraya. "Holding tidak harus dari industri penerbangan, tapi juga yang berkaitan dengan sektor transportasi tujuannya agar bisa rebranding dan penyehatan tanpa melalui proses pailit," kata Bhima.
n SB/ers/E-9