JAKARTA - Kementerian Pertanian (Kementan) akan memfasilitasi biaya distribusi komoditas pangan dari daerah surplus ke daerah defisit. Langkah tersebut dimaksudkan untuk memastikan pasokan aman secara merata di seluruh wilayah Indonesia.
"Pemantauan kondisi ketersediaan pangan di tingkat nasional maupun daerah juga secara rutin dilakukan untuk menjamin keamanan stok pangan," ujar Kepala Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementan, Agung Hendriadi dalam keterangan tertulis yang dikutip di Jakarta, Senin (17/5).
Kementan memastikan agar pasokan komoditas pangan merata ke seluruh wilayah sehingga tidak ada kekurangan pasokan yang menyebabkan kenaikan harga yang signifikan. Termasuk di dalamnya komoditas jagung sebagai bahan baku pakan unggas.
Kenaikan harga jagung akhir-akhir ini sangat membebani peternak terutama peternak unggas skala kecil. Jagung memiliki kontribusi sekitar 40-45 persen terhadap pembentukan pakan ternak.
Harga acuan penjualan jagung pipilan kering dengan kadar air 15 persen di tingkat pabrik pakan sebesar 4.500 rupiah per kg, sedangkan harga jagung pipilan kering saat ini sudah di kisaran 5.500-5.800 rupiah per kg. Karena itu, kenaikan tersebut akan berpengaruh pada biaya produksi telur maupun ayam boiler.
Lonjakan Harga
Kepala Pusat Distribusi dan Cadangan Pangan Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementan, Risfaheri menjelaskan kenaikan harga jagung tersebut di antaranya karena saat ini daerah produksi jagung jauh dari sentera peternak unggas, meskipun berdasarkan prognosa neraca produksi dan kebutuhan masih surplus.
"Saat ini panen jagung berada di Bima NTB, sedangkan lokasi peternak terkonsentrasi di Blitar dan Kendal, sehingga biaya angkutnya dari NTB akan menaikan harga jagungnya," ujar Risfaheri.
Selain itu, komoditas jagung juga bersifat musiman, yang menyebabkan peternak kecil tidak mampu menyimpan stok jagung yang cukup pada saat panen raya. Sedangkan harga jagung di luar musim panen raya bisa melonjak tinggi.