JAKARTA - Melalui gelaran bertajuk "Tetap Anti Judi Online", Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) menegaskan bahwa, judi online (judol) adalah permainan yang diatur. Terdapat sebuah algoritma yang di-setting untuk membuat pemain merasakan kemenangan, namun pada akhirnya akan kalah juga.
"Hasil statistik mengatakan, player pasti rungkad. Beberapa teman saya juga ada yang pernah bermain dan mengatakan kalau rugi. Itu disebabkan karena ada algoritma," jelas Ketua Sobat Cyber Indonesia, Miqdad Nizam Fahmi pada acara yang digelar di Car Free Day Bintaro, Kota Tangerang Selatan, kemarin.
Judi online tidak akan membuat kita kaya, lanjut Miqdad, karena jika berbicara dari sudut pandang cyber security, dengan bermain judi online justru akan membuat para pemainnya rugi, baik secara finansial maupun karena adanya kebocoran data.
Miqdad turut menyertakan peran dari zat endorphin pada permainan judi online di mana ada kesenangan di atas kenyataan. Zat tersebut, menurut Miqdad, jika tidak terpenuhi akan terus memberontak. Oleh sebab itu, peranan lingkungan menjadi hal yang penting.
"Yang memengaruhi orang bermain game online itu ada dua; internal dan eksternal. Dari internal, apa yang dia scroll tiap hari akan memengaruhi, sedangkan dari eksternal itu salah satunya lingkungan, para ibu harus melihat sekitarnya. Kita harus pastikan bahwa temennya harus baik/positif. Jika tingkah lakunya negatif, perlu ditelusuri," tutur Miqdad.
Menyambung pernyataan Miqdad, Psikolog Klinis, Alvina, menuturkan mengenai kecanduan dari sudut pandang psikologis. Bahwasanya, kecanduan adalah ketika seseorang tidak memiliki kesadaran bahwa dirinya bermasalah.
"Lingkungan (utamanya orangtua) harus tahu kegiatan sehari-harinya seperti apa, bermain apa, game kah? Atau sampai judi online kah? Itu harus diawasi dan di-detox," jelas Alvina.
Untuk masalah kecanduan, solusi bagi orang dewasa maupun anak-anak itu sama, yaitu dengan dilakukan detox, dalam konteks judi online, harus sampai memutus jaringan internet atau mengontrol m-bankingnya.
"Orang tua berperan sebagai support system, baiknya ada keterbukaan walau sudah dewasa, kita harus lihat jika ada yang salah, harus bisa ambil alih keadaan," lanjutnya.
Menurut Alvina, selain dukungan lingkungan, faktor internal juga menjadi penting karena adanya irrational believe. Seperti saat ini, contohnya ada kemudahan akses ke pinjaman online.
Seorang mantan pemain judi online turut hadir pada acara tersebut. Menurut kesaksiannya, skema permainan yang dijalankan oleh judi online itu manipulatif dan mencurigakan.
"Awalnya saya tidak tertarik, tapi teman-teman saya yang main, itu di tahun 2021. Teman-teman saya kalah terus, lalu coba pakai perangkat yang belum pernah dipakai bermain, yaitu punya saya," jelas Deky.
Dari penuturan Deky, perangkat yang belum pernah dipakai akan dikasih kemenangan. Pada saat itu, permainannya bisa diakses melalui link, sedangkan sekarang sudah ada aplikasinya, dan itu membuat semakin berbahaya.
"Yang harus diwaspadai itu karena semua orang bisa akses, untuk remaja dan orang dewasa. Bahkan, saat ini transaksinya bisa pake e-wallet," lanjutnya.
Pada saat terjerembap pada lingkaran tersebut, Deky akhirnya bangkit berkat dukungan dari keluarga dan lingkungan sekitarnya."Peran orangtua itu mengawasi, meneliti apa yang diakses oleh anaknya di handphone, kemudian bisa googling untuk mencari tahu apakah hal tersebut bahaya atau tidak," tutup Deky.