JAKARTA - Sejumlah kalangan meminta Kementerian Keuangan (Kemenkeu) terbuka dan kooperatif serta proaktif menelusuri dugaan transaksi tindak pidana pencucian uang senilai 189 triliun rupiah yang diduga melibatkan jajaran petinggi bea cukai.

Pengamat Ekonomi Universitas Katolik Atmajaya Jakarta, Yohanes B Suhartoko mengatakan, jika terjadi keterbukaan dari Kemenkeu akan ada harapan para aparatur sipil negara (ASN) akan bekerja lebih jujur dan profesional.

Namun demikian lanjutnya, tidak cukup hanya keterbukaan namun juga perlu diterapkan sistem yang mampu mengakomodasikan tindakan korupsi , kolusi dan nepotisme bisa dicegah dan dihentikan sejak dini.

"Selain itu dalam hal keuangan negara perlunya transparansi data dan informasi kepada masyarakat sebagai stakeholder utama,"paparnya di Jakarta, Jumat (7/4).

Kemudian tambah Suhartoko, perlu adanya sistem pengaduan yang dapat bertindak cepat dan berimbang.

Manajer Riset Seknas Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Badiul Hadi mengatakan, keterbukaan Kemenkeu ini memang sudah seharusnya, agar tidak terjadi polemik berkepanjangan di publik. Selain itu, angka 189 triliun rupiah sangat besar.

"Satu sisi keseriusan kemenkeu sebagai cerminan komitmen pemberantasan TPPU (tindak pidana pencucian uang) dan korupsi,"ucapnya

Menurutnya, Kemenkeu sebagai pengelola keuangan negara harus bisa menjadi contoh bagi kementerian/lembaga.

Keterbukaan Kemenkeu juga penting untuk menutup celah TPPU dan korupsi, terutama jika Kemenkeu membuka nama-nama pegawai/pejabat yang terlibat.

Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menegaskan Kemenkeu dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) selama ini bekerja sama dan memiliki komitmen yang sama untuk memerangi dan memberantas tindak pidana pencucian uang maupun korupsi.

Menkeu memberikan contoh kolaborasi Kemenkeu dan PPATK dalam menindaklanjuti data dugaan transaksi TPPU. Terdapat salah satu surat yang sangat menonjol dari PPATK karena menyebutkan transaksi sebesar 189 triliun 273 miliar rupiah dengan nomor surat 205/PR.01/2020 yang dikirimkan pada bulan 19 Mei 2020. Disebutkan oleh PPATK, ada 15 individu dan entitas yang tersangkut transaksi pada 2017 hingga 2019.

Menkeu menyatakan, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) langsung melakukan penyelidikan terhadap informasi tersebut dan dilakukan pembahasan bersama PPATK. Berdasarkan penyelidikan DJBC, pihak-pihak tersebut melakukan kegiatan ekspor-impor emas batangan dan emas perhiasan, money changer, dan kegiatan lainnya. DJP pun melakukan penelitian dari sisi perpajakan.

Baca Juga: