AKARTA - Informasi anggaran pendidikan Kemendikbudristek didorong agar lebih transparan karena selama ini dinilai belum terinci. Hal itu berpotensi membuka celah penyalahgunaan anggaran. Demikian pandangan peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Dewi Anggraeni, dalam Diskusi Publik "Rapor Merah Kinerja Mendikbudristek Nadiem Makarim" di Jakarta, Kamis (17/3).

"Banyak informasi kegiatan kementerian, kecuali terkait perencanaan dan laporan keuangan," ujarnya. Dia menekankan, kenaikan anggaran Kemendikbudristek harus diikuti dengan perencanaan program yang matang. Dewi menyebut, pengelolaan anggaran Kemendikbudristek minim transparansi dan akuntabilitas kepada publik.

Menurutnya, hal tersebut bertolakbelakang dengan penghargaan yang didapat Kemendikbudristek. "Kalau dinilai baik, memang hanya ditujukan ke lembaga. Tapi, tidak cukup transparan kepada masyarakat," jelasnya.

Lebih jauh, Dewi mengungkapkan, pendidikan menjadi ladang basah dalam praktik korupsi. Dalam tren penindakan kasus korupsi, sektor pendidikan selalu menduduki posisi 5 besar.

Menurutnya, hasil kajian singkat pada tahun 2016-2021, tercatat ada 240 kasus korupsi dengan kerugian negara mencapai 1,6 triliun rupiah.

"Ini setara pemberian dana BOS untuk 1,46 juta siswa SD atau membangun 7 ribu kelas baru di Papua. Ini bukan angka kecil, harus jadi kekhawatiran," ucapnya. Dewi menekankan, transparansi dan akuntabilitas anggaran penting terutama dalam program-program Merdeka Belajar.

Masyarakat jadi bisa mengetahui evaluasi dan dampak anggaran dalam program-program tersebut. "APBN kan uang rakyat. Kita berhak tahu evaluasi hasil dan kualitasnya," katanya.

Dia mengaku sangat sulit untuk mengetahui informasi penggunaan anggaran di Kemendikbudristek.

Padahal, masyarakat memiliki peran penting dalam pengawasan anggaran. "Jadi, kalau tidak ada informasi bagaimana kita mengawasi uang dan anggaran untuk apa," tandasnya. ruf/G-1

Baca Juga: