JAKARTA - Kementerian Perdagangan melalui Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) memulai penyelidikan perpanjangan tindakan pengamanan perdagangan/ safeguard measures atas lonjakan jumlah impor barang ubin keramik.

Penyelidikan tersebut menindaklanjuti permohonan perpanjangan penyelidikan yang diajukan Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (ASAKI). "Penyelidikan dimulai Rabu (5/5) lalu," ucap Ketua KPPI, Mardjoko di Jakarta, Kamis (6/5).

Dia menjelaskan dari bukti awal permohonan perpanjangan yang diajukan ASAKI, KPPI menemukan adanya lonjakan jumlah impor barang ubin keramik dan kerugian serius atau ancaman kerugian serius yang dialami pemohon.

Kerugian serius atau ancaman kerugian serius tersebut terlihat dari beberapa indikator kinerja industri dalam negeri periode 2016-2020, antara lain menurunnya volume penjualan domestik, menurunnya kapasitas terpakai, menurunnya keuntungan, berkurangnya jumlah tenaga kerja, menurunnya pangsa pasar pemohon di pasar domestik, dan meningkatnya volume persediaan akhir atau jumlah barang yang tidak terjual.

Pada 9 April 2021, ASAKI yang menaungi produsen barang ubin keramik mengajukan permohonan perpanjangan kepada KPPI untuk melakukan penyelidikan perpanjangan tindakan pengamanan perdagangan terhadap impor barang ubin keramik.

Sebanyak 12 nomor Harmonized System (HS) delapan digit yang diajukan dalam permohonan tersebut yaitu 6907.21.91, 6907.21.92, 6907.21.93, 6907.21.94, 6907.22.91, 6907.22.92, 6907.22.93, 6907.22.94, 6907.23.91, 6907.23.92, 6907.23.93, dan 6907.23.94. Itu sesuai dengan Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI) pada 2017.

Minim Manfaat

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada periode 2016-2020 terjadi peningkatan jumlah impor barang ubin keramik dengan tren sebesar 5,17 persen. Pada 2016, jumlah impornya sebesar 1.069.859 ton, kemudian pada 2017 meningkat menjadi 1.257.123 ton dan meningkat lagi menjadi 1.484.320 ton pada 2018. Walaupun pada 2019 dan 2020 impornya turun sementara menjadi masing- masing 1.337.661 ton dan 1.334.486 ton, namun secara keseluruhan tren volume impor tetap positif.

Sebelumnya, selain mengajukan perpanjangan safeguard, pihak Asaki juga memenyoroti minimnya manfaat dari safeguard dengan besaran bea masuk 23 persen, 21 persen dan 19 persen dalam menekan laju angka impor. "Nyatanya pada 2018, angka impor tahunan tetap bertumbuh 19 persen dan tahun 2019 mengalami penurunan 9 persen dan Januari-September 2020 bertumbuh 1,5 persen," ungkap Ketua Umum Asaki Edy Suyanto.

Baca Juga: