» Mendag menjamin tidak akan mengimpor beras di musim panen yang menyebabkan petani merugi.

» Tanpa impor, petani akan memiliki daya tawar sehingga lebih menggairahkan sektor pertanian.

JAKARTA - Kementerian Perdagangan (Kemendag) akhirnya membatalkan rencana impor beras sebanyak 1 hingga 1,5 juta ton setelah mendapat penolakan dari berbagai pihak, mulai dari Kementerian Pertanian, Bulog sebagai perusahaan yang ditunjuk jadi importir khusus, beberapa anggota DPR, dan beberapa asosiasi petani.

Menteri Perdagangan (Mendag), Muhammad Luthfi, dalam video conference yang berlangsung di Jakarta, Jumat (19/3), menjamin tidak akan ada impor beras, apalagi saat petani lokal memasuki panen raya. Dengan demikian, harga beras tetap aman dan tidak menyebabkan petani merugi.

"Saya jamin tidak ada impor ketika panen raya dan hari ini tidak ada beras impor yang menghancurkan harga petani," kata Lutfi.

Menurut dia, data harga beras saat ini stabil di angka 11 ribu rupiah per kilogram selama sepekan terakhir.

Dia berdalih keputusan untuk mengimpor beras diambil karena daya serap gabah oleh Bulog pada Maret rendah karena faktor musim hujan yang berdampak pada gabah yang basah. Kondisi tersebut menyebabkan Bulog hanya bisa menyerap 85 ribu ton gabah.

"Jadi hitungan saya, stok akhir Bulog yang 800 ribu dikurangi stok impor 300 ribu ton. Berarti stok itu tidak mencapai 500 ribu ton, ini yang paling rendah dalam sejarah Bulog," kata Lutfi.

Namun, bila pengadaan Bulog pada masa panen berjalan baik, Mendag tidak masalah untuk tidak impor beras.

"Kalau pengadaan Bulog di dalam masa panen ini berjalan dengan baik, saya tidak masalah kita tidak impor selama stok Bulog mencapai satu juta," kata Lutfi.

Menanggapi pembatalan impor tersebut, Pakar Pertanian dari UPN Jawa Timur, Surabaya, Akhmad Fauzi, mengatakan pernyataan Kemendag bahwa tidak akan mengimpor beras menjelang atau saat panen raya merupakan sikap yang sangat tepat, dan dapat menggairahkan pertanian.

"Saya kira itu kebijakan yang sangat baik sekali. Dengan demikian, petani akan memiliki daya tawar sehingga akan menggairahkan pertanian kita, petani bisa sejahtera, dan berikutnya menjadi daya ungkit ekonomi lokal. Ini menunjukkan bahwa pada dasarnya pemerintah dalam menelurkan kebijakan harus mendengar dan berpihak kepada rakyat," pungkasnya.

Dalam kesempatan terpisah, Peneliti Ekonomi Indef, Nailul Huda, menilai rencana pemerintah untuk impor beras itu sangat tidak masuk akal menjelang musin panen raya.

Produksi gabah nasional, jelasnya, diprediksi akan meningkat karena perbaikan produktivitas dan sudah berfungsinya beberapa bendungan yang membantu irigasi.

Badan Pusat Statistik (BPS), kata Nailul, juga memprediksi terjadi kenaikan produksi pada 2021. Produksi tahun ini akan lebih besar dari konsumsi yang terus melambat, bahkan bisa surplus hingga satu juta ton.

"Jadi, impor satu juta ton itu untuk memenuhi kebutuhan siapa. Saya rasa hanya untuk pemburu rente dari keuntungan impor beras," tegas Nailul.

Rencana impor beras, jelasnya, sangat berpengaruh negatif terhadap harga gabah di petani. Semenjak pengumuman impor harga gabah di sejumlah daerah terjun bebas.

Serap Gabah Petani

Sebelumnya, Direktur Utama Perum Bulog, Budi Waseso (Buwas), menegaskan akan memprioritaskan penyerapan produksi gabah petani dalam negeri untuk memenuhi stok cadangan beras pemerintah, ketimbang melakukan impor.

"Walau kami mendapat tugas impor satu juta ton, belum tentu kami laksanakan karena kami tetap prioritaskan produk dalam negeri yang sekarang mencapai masa puncak panen raya," kata Buwas.

Total stok di gudang Bulog per 14 Maret 2021 mencapai 883.585 ton dengan rincian 859.877 ton merupakan stok cadangan beras pemerintah (CBP), dan 23.708 ton stok beras komersial. Stok tersebut dinilai cukup untuk kebutuhan penjualan, program kesejahteraan sosial anak dan tanggap darurat bencana sesuai dengan kebutuhan Perum Bulog.

Bahkan dari stok CBP, terdapat beras turun mutu eks impor tahun 2018 sebanyak 106.642 ton dari total impor beras sebanyak 1.785.450 ton.

n SB/ers/E-9

Baca Juga: