Plt Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Rini Handayani, menekankan hak pendidikan bagi korban perkawinan anak dan hamil di luar nikah harus tetap terpenuhi. Metode pembelajaran online dan paket A dan B seperti di Sidoarjo dan Semarang bisa jadi solusi pemenuhan hak pendidikan para korban.

JAKARTA - Plt Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Rini Handayani, menekankan hak pendidikan bagi korban perkawinan anak dan hamil di luar nikah harus tetap terpenuhi. Metode pembelajaran online dan paket A dan B seperti di Sidoarjo dan Semarang bisa jadi solusi pemenuhan hak pendidikan para korban.

"Hak pendidikan juga harus dijaga. Di Sidoarjo, korban perkawinan anak dan kehamilan tidak diinginkan itu pendidikan bisa online. Jadi bisa paket A atau B," ujar Rini, usai Media Talk Kemen PPPA, di Jakarta, Jumat (12/5).

Dia menyebut, penanganan sangat penting mengingat pernikahan anak terus terjadi di masyarakat. Pada tahun 2022 saja ada 50.000 dispensasi kawin yang dikeluarkan sebagai syarat pernikahan anak di mana 60 persennya terjadi karena hamil di luar nikah.

Rini meminta seluruh pemangku kepentingan turun memantau para korban perkawinan anak dan hamil di luar nikah haknya terpenuhi. Menurutnya, pemenuhan hak seperti kesehatan, pendidikan, dan mental penting agar korban bisa berdaya secara ekonomi.

"Perlu stakeholder untuk menangani tersebut sampai dia kuat dan termasuk adalah pemberdayaannya. Pemberdayaan ekonomi agar ketika dewasa bisa survive," jelasnya.

Edukasi Pencegahan

Rini menambahkan, pencegahan sangat penting untuk menekan pernikahan anak. Pihaknya sudah menyiapkan materi edukasi kesehatan reproduksi (kespro) berdasarkan segmen usia anak. "Materi edukasi, kespro, itu kami memiliki sudah kami susun dengan segmentasi usia anak," katanya.

Dia menambahkan, untuk di satuan pendidikan memang materi kespro belum masuk dalam kurikulum. Meski begitu, kegiatan Unit Kesehatan Sekolah (UKS) bisa jadi solusi menyosialisasikan materi kespro. "Kalau tidak masuk kurikulum, di sekolah ada UKS. Bisa ada kegiatan edukasi di situ," tandasnya.

Baca Juga: