JAKARTA- PT Arkora Hydro Tbk (ARKO) pada Jumat (8/7) mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia (BEI). Melalui penawaran saham perdana ke publik atau initial publicoffering (IPO) itu, perusahaan dengan kode perdagangan ARKO berhasil meraup dana segar dari pasar modal sebesar 182,67 triliun rupiah dengan menerbitkan 608.895.000 saham baru.

Animo investor juga sangat baik pada saham ARKO yang terlihat dari tingginya minat selama masa penawaran, sehingga mengalami kelebihan permintaan atau oversubscribed sebanyak 10,89 kali.

Tingginya antusiasme investor tersebut membuat ARKO melakukan penambahan penerbitansaham baru yang berasal dari portepel sebanyak 28.995.000 saham, sehingga saham yangditerbitkan menjadi 608.895.000 saham, dari rencana semula 579.900.000 saham.

Direktur Utama ARKO, Aldo Artoko mengatakan, perseroan telah menetapkan harga IPO sebesar 300 rupiah per saham dari kisaran awal antara 286 hingga 310 rupiah per saham. Jumlah saham perseroan yang ditawarkan itu mewakili 20,79 persen dari modal ditempatkan dan disetor ARKO setelah IPO saham.

"Kami akan menggunakan dana hasil IPO ini untuk dua keperluan. Pertama, sebesar 63 persen untuk tambahan investasi pada anak perusahaan yang akan dimaksimalkan guna pengembangan proyek-proyek Energi Baru Terbarukan (EBT) ke depannya, yaitu 54 persen di PT Arkora Hydro Sulawesi (AHS), 29 persen di PT Arkora Energi Baru, dan 17 persen di PT Arkora Tenaga Matahari," kata Aldo.

Selebihnya atau 37 persen akan digunakan perseroan untuk pelunasan kewajiban jangka pendek. Sedangkan dana yang diperoleh dari kelebihan pemesanan penjatahan terpusat, akan digunakan untuk modal kerja antara lain rencana pengembangan usaha pembangkit listriktenaga air, mulai dari biaya survey pencarian lokasi potensial baru, feasibility study atau studikelayakan, studi kelistrikan, dan studi-studi lainnya yang berhubungan dengan pengembangan proyek pembangkit listrik tenaga air.

Sudah Kompetitif

Aldo meyakini, bisnis EBT memiliki potensi yang sangat besar di Indonesia, apalagiteknologinya sudah matang seperti hidro, surya dan angin. Kehadiran hydro sudah kompetitif dibandingkan dengan pembangkit listrik berbahan bakar batubara. Pemanfaatan potensi EBT sendiri masih jauh di bawah 10 persen.

Dengan bermodalkan pengalaman di bidang EBT, perusahaan berencana mencaripeluang akusisi. "Kami juga aktif mencari proyek hidro berpotensi besar di atas 25 megawatt (MW)," katanya.

ARKO sendiri telah menyelesaikan pembangunan proyek mini hidro Cikopo-2 dengan total biaya 1,65 juta dollar AS per MW. "Cikopo-2 merupakan pembangkit listrik berkapasitas 7,4 MW yang dimiliki dan dioperasikan oleh ARKO," ungkap Aldo.

Perusahaan juga mengerjakan proyek Tomasa. Pengerjaan proyek Tomasa menelanbiaya investasi 1,75 juta dollar AS per MW. Biaya investasi tersebut di bawah rata-rata industri sebesar 2,2 - 2,5 juta dollar AS per MW.

Proyek Tomasa merupakan pembangkit listrik berkapasitas 10 (2x5) MW. "Proyek ini milikARKO melalui anak usahanya, yaitu PT Akora Sulawesi Selatan. Tomasa proyek memasukitahapan commercial operations date (COD) pada bulan Maret 2020 lalu," katanya.

Sementara proyek Yaentu di Poso (Sulawesi Tengah) sedang dalam konstruksi. Proyek Yaentu dengan kapasitas 10 (2x5) MW ini dikembangkan oleh PT Arkora Hydro Sulawesi, anak perusahaan tidak langsung milik ARKO.

"Proyek ini sedang dalam pengerjaan. Hingga Maret 2022, proses pengerjaan proyek telah mencapai 50 persen. Proyek ini ditargetkan memasuki tahapan COD pada triwulan I 2023," katanya.

Perusahaan pungkasnya juga sedang melakukan persiapan tahap konstruksi proyek Kukusan-2 di Lampung dengan kapasitas 5,4 MW. Proyek PLTA itu ditargetkan beroperasi pada triwulan IV 2024. ARKO tambahnya terus berkomitmen untuk meningkatkan bauran energi terbarukan melalui pembangunan pembangkit listrik tenaga air dalam turut serta berpartisipasi membangun Indonesia.

Baca Juga: