Beberapa negara di Eropa melakukan moratorium terkait penggunaan benih GMO karena memiliki dampak jangka panjang bagi kesehatan manusia, seperti berpotensi menimbulkan kanker.

JAKARTA - Petani menolak rencana pemerintah mengembangkan benih kedelai rekayasa genetik atau genetic modified organism (GMO) di dalam negeri. Sebab, pemakaian benih GMO sampai sekarang masih kontroversial.

Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI), Henry Saragih, menjelaskan cara seperti ini sudah lama ditentang. Pada 2016, perusahaan benih internasional sempat mendorong pemerintah melepas benih jagung GMO, NK 603, ke pasar. Menurutnya, pengembangan GMO harus ditolak, mengingat benih GMO sendiri masih kontroversial dan akan berdampak langsung bagi kehidupan petani di Indonesia.

"Kami memandang ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh pemerintah terkait benih GMO ini. Pertama, benih GMO masih kontroversial dari aspek kesehatan dan belum sepenuhnya aman. Informasi yang kami dapatkan, beberapa negara di Eropa bahkan melakukan moratorium terkait penggunaan benih GMO karena memiliki dampak jangka panjang bagi kesehatan manusia, seperti berpotensi menimbulkan kanker," jelasnya di Jakarta, Rabu (21/9).

Kedua, lanjut dia, benih GMO berpotensi merusak lingkungan serta mengancam keanekaragaman benih lokal yang ada di Indonesia. Kehadiran benih GMO akan menghilangkan keragaman hayati benih nusantara. Dia menegaskan penggunaan benih GMO yang semata-mata mengandalkan produktivitas panen jelas akan mengancam eksistensi dari varietas kedelai lokal.

Adapun ketiga adalah GMO yang diproduksi oleh korporasi akan membuat ketergantungan baru bagi petani di Indonesia. Dia menyebutkan upaya pemerintah menyosialisasikan penggunaan kedelai GMO merupakan solusi palsu. Hal itu bahkan menunjukkan ketidakpahaman pemerintah atas permasalahan utama terkait produksi kedelai nasional.

"Kami ingin mengingatkan kembali janji-janji yang sudah diusung oleh pemerintah terkait kedaulatan pangan di Indonesia, yakni program 1.000 Desa Mandiri Benih dan 1.000 Desa Organik. Logikanya bagaimana mungkin kemandirian benih bisa tercapai kalau benih GMO perusahaan terus didorong. Ini adalah kemandirian palsu karena petani ditempatkan sebagai konsumen benih," imbuhnya.

Pemerintah seharusnya mengatasi persoalan-persoalan yang mendasar terlebih dahulu terkait produktivitas pertanian. Pemerintah seharusnya berfokus pada hal-hal yang dapat meningkatkan minat petani lokal menanam kedelai. "Misalnya mengenai jaminan harga, karena selain soal produktivitas yang rendah, harga kedelai lokal juga di bawah pangan lainnya. (Jika tidak), Petani lebih memilih untuk menanam tanaman lainnya," sambungnya lagi.

Secara terpisah, Ketua Asosiasi Bank Benih Tani Indonesia (AB2TI), Dwi Andreas Santosa, menegaskan kalau benih GMO pasti bakal ditolak oleh aktivis pencinta lingkungan. "Benih itu kuncinya efisien bagi petani, bisa ditanam dan bisa dijual, tapi kalau benih GMO pasti diprotes aktivis," tukasnya.

Tingkatkan Produksi

Sebelumnya, seusai rapat di Istana Negara, Senin (19/9), Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyampaikan bahwa Presiden Jokowi memberikan arahan untuk mendorong agar petani menggunakan bibit unggul GMO.

Dengan menggunakan bibit tersebut, diharapkan produksi kedelai per hektarenya bisa melonjak beberapa kali lipat. "Dengan menggunakan GMO itu, produksi per hektarenya itu bisa naik dari yang sekarang sekitar 1,6-2 ton per hektare, itu bisa menjadi 3,5-4 ton per hektare," kata Menko Airlangga.

Baca Juga: