Lemahnya cadangan pangan RI sangat berbahaya apabila terjadi krisis termasuk perang seperti yang terjadi di Eropa Timur antara Russia dan Ukraina.

JAKARTA - Pemerintah perlu memastikan stok kebutuhan pangan tercukupi dalam enam bulan ke depan. Tujuannya agar tidak ada masalah gejolak pangan ke depannya.

Kepastian stok tersebut juga untuk menjamin stabilitas harga pangan di pasaran. Saat ini manajemen stok bermasalah sehingga kerap terjadi kelangkaan pasokan. Lemahnya cadangan pangan RI sangat berbahaya apabila terjadi krisis termasuk perang seperti yang terjadi di Eropa Timur.

Mengutip data Indonesia Food Security Review (IFSR) 2020, rata-rata kemampuan bertahan cadangan pangan, khususnya beras tidak sampai sebulan. Sebab, stok pangan hanya mampu bertahan untuk 21 hari dengan asumsi kapasitas cadangan sebesar 1,7 juta ton untuk memberi makan 270 juta jiwa penduduk.

Angka tersebut kalah jauh dibanding Amerika Serikat (AS) dengan kemampuan cadangan pangannya untuk beras, gandum dan jagung mencapai 1.068 hari. Cadangan pangan sebanyak 107,8 juta ton untuk memberi makan 331 juta jiwa.

Di Asia Tenggara, kemampuan stok pangan beras RI masih kalah dari Thailand dan Vietnam. Cadangan beras kedua negara itu bisa bertahan untuk 143 hari (Thailand) dan 23 hari (Vietnam) dengan jumlah penduduk yang jauh lebih sedikit dari kita.

Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, MH Said Abdullah, menyarankan pemerintah menyusun peta jalan kebijakan pangan nasional secara akurat. Kemudian, pemerintah harus membuat sistem logistik nasional terintegrasi, terkoneksi dengan berbagai pihak, baik di pusat dan daerah, dengan pendekatan lintas sektor.

"Sistem itu harus mampu memberikan peringatan dini atas potensi persoalan rantai pasok pangan. Pembangunan sistem logistik pangan ini sekaligus memudahkan pendataan bagi berbagai instansi untuk pajak, bea dan cukai, dan lain-lain," kata Said di Jakarta, Rabu (9/3).

Ketiga, jelas Said, perlu adanya penguatan peran dan fungsi badan logistik seperti intervensi Bulog terhadap pasar perlu terus diperkuat. Penguatan Bulog, kata Said, dengan meningkatkan volume dan keragaman stok pangan strategis tentu juga harus ditopang pula dengan sistem pergudangan baik modern, dan kecepatan distribusi yang efisien. Langkah keempat, pelaksanaan operasi pasar sebagai penegakan hukum, pemerintah perlu melibatkan peran serta masyarakat luas.

Dorong Diversifikasi

Dia meminta pemerintah terus mengembangkan diversifikasi pangan rakyat. Kasus kelangkaan minyak goreng saat ini menunjukkan minyak goreng dari sawit menjadi produk yang seolah tidak ada subtitusinya. "Ketergantungan kita terhadap minyak goreng sawit sangat tinggi. Padahal kita juga mengenal virgin coconut oil (VCO) atau minyak kelapa yang lebih sehat dari minyak sawit," ucap Said.

Anggota Komisi VI DPR RI, Nevi Zuairina, meminta agar pemerintah dalam waktu cepat dapat menyelesaikan persoalan gejolak harga pangan tersebut. Masalah kelangkaan saat ini, kata dia, tak masuk akal sebab Kemendag selalu menjanjikan harga normal dan stok aman menjelang Puasa dan Lebaran, akan tetapi kenyataannya di lapangan berbanding terbalik.

Lebih lanjut, dia meminta pemerintah memanfaatkan penggunaan sumber daya dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan pangan dan bahan baku untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor.

"Pada jangka panjang, Alternatif sumber pangan lokal harus mulai dibangun dengan mengupayakan substitusi. Sebab, Indonesia memiliki keanekaragaman komoditas pangan yang sejatinya bisa dimanfaatkan," pungkasnya.

Baca Juga: