JAKARTA - Posisi utang pemerintah pada akhir Januari 2024 kembali naik mencapai 8.253,09 triliun rupiah. Berdasarkan dokumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Kita, secara nominal, posisi utang pemerintah tersebut bertambah 108,4 triliun rupiah atau meningkat 1,33 persen dibandingkan dengan posisi utang pada akhir Desember 2023 yang tercatat sebesar 8.144,69 triliun rupiah.

Dengan demikian, maka rasio utang pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 38,75 persen.

Utang pemerintah didominasi oleh instrumen Surat Berharga Negara (SBN) yang kontribusinya 88,19 persen. Hingga akhir Januari 2024, penerbitan SBN tercatat sebesar 7.278,03 triliun rupiah. Penerbitan itu terbagi menjadi SBN domestik dan SBN valuta asing (valas).

SBN Domestik tercatat 5.873,38 triliun rupiah, sedangkan SBN Valas tercatat sebesar 1.404,65 triliun rupiah.

Meningkat Tajam

Peneliti Ekonomi Celios, Nailul Huda, yang diminta tanggapannya, mengatakan utang itu perlu disikapi sangat serius karena sudah meningkat cukup tajam dengan indikator yang sudah lampu kuning. Debt to service ratio (DSR) Indonesia yang rentan meningkat akibat pelemahan kinerja ekspor.

"Artinya, kemampuan pembayaran utang pemerintah bisa jadi melemah ke depan," ungkap Huda.

Pembayaran cicilan dan pokok utang juga semakin membebani keuangan negara karena kemampuan penerimaan juga relatif stagnan, sehingga beban bagi APBN semakin besar.

Apalagi, yield (imbal hasil) utang tersebut semakin tinggi dan investor sekarang lebih tertarik ke tenor jangka pendek. "Artinya, beban pemerintah dari SUN akan semakin meningkat dan pembayaran akan semakin singkat," terang Huda.

Secara terpisah, pengamat ekonomi dari Universitas Airlangga, Surabaya, Imron Mawardi, mengatakan jika negara terus menggunakan utang untuk membiayai pengeluaran nasional maka dapat menyebabkan akumulasi utang dalam jangka panjang.

"Seharusnya negara terlebih dahulu memastikan kemampuan bayar utang sebelum menambah jumlah utang luar negerinya," kata Imron.

Sebelum memutuskan mencari pinjaman, pemerintah seharusnya memastikan bahwa negara memiliki kemampuan untuk melunasi di masa depan. Jumlah utang yang terlalu besar akan membebani kemampuan negara membayar bunga pinjaman setiap tahunnya dan membayar pokok pinjaman saat jatuh tempo.

Sebelumnya, Imron mengatakan penarikan utang baru secara besar-besaran memiliki risiko mengingat arus portofolio asing yang masuk melalui obligasi yang besar sehingga berpotensi menimbulkan gejolak terhadap stabilitas rupiah. Untuk itu, pemerintah harus memperkuat konsep ekonomi berdikari dengan menjaga stabilitas keuangan agar tidak tergantung pada portofolio asing.

Baca Juga: