» Defisit APBN tahun depan akan kembali maksimum tiga persen dari PDB.

» Kementerian/lembaga tidak memiliki perencanaan yang matang, sense of crisis-nya rendah.

JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyatakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) akan tetap menjadi shock absorber atau peredam kejut dalam menghadapi potensi pelemahan ekonomi pada 2023 mendatang.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu, Febrio Kacaribu, di Jakarta, Selasa (22/11), mengatakan APBN akan tetap diarahkan untuk menjaga pemulihan perekonomian nasional sekaligus melindungi masyarakat miskin dan rentan dari berbagai ketidakpastian global.

"Memang kenyataannya, secara data kita lihat proyeksi pertumbuhan ekonomi untuk global melemah sudah ada, kita siapkan saja perekonomian ke depan, dan APBN selalu siap. Sebagaimana di 2022, APBN akan menjadi shock absorber," kata Febrio usai peluncuran dan sosialisasi Neraca Institusi Terintegrasi (NIT).

Meskipun beberapa aktivitas ekonomi Indonesia dipandang masih akan tetap kuat pada 2023, termasuk konsumsi masyarakat dan investasi, namun melemahnya perekonomian negara tujuan ekspor pada 2023 perlu diantisipasi karena dapat menurunkan permintaan.

"Itu harus diantisipasi seperti apa pada 2023 ke depan, agar walaupun dihadapkan pada tantangan potensi pelemahan perekonomian global, kita harus lebih presisi kira-kira peluang apa yang masih bisa dimaksimalkan," jelas Febrio.

Sementara itu, pertumbuhan ekonomi nasional pada kuartal IV-2022 diperkirakan akan mengalami normalisasi karena basis perbandingannya yakni perekonomian kuartal IV-2021 lalu sudah mulai tumbuh positif.

Pertumbuhan ekonomi pada kuartal III-2022 tercatat tumbuh 5,72 persen secara tahunan atau lebih tinggi dibandingkan kuartal sebelumnya yang sebesar 5,44 persen.

Ekspansi Fiskal

Menanggapi kondisi tersebut, Direktur Eksekutif Indef, Tauhid Ahmad, mengatakan APBN tahun depan berada dalam situasi pelemahan ekonomi karena kenaikan suku bunga yang memberatkan sektor riil. Namun, subsidi energi diperkirakan tidak akan sebesar pada tahun ini sehingga lebih tepat jika APBN 2023 adalah batu landasan ketimbang shock absorber.

"APBN jadi shock absorber itu kalau subsidinya besar sekali seperti saat pandemi dan juga tahun ini subsidi energi dan aneka BLT penggantinya. Kalau tahun depan subsidi tidak akan membesar, lebih ke ekspansi fiskal saja," kata Tauhid.

Agar APBN optimal, pemerintah harus memprioritaskan pada penyelesaian janji-janji yang belum selesai, seperti perampungan pembangunan jalan tol ataupun menyelesaikan utang-utang pemerintah pada BUMN seperti di Pertamina dan PLN.

"Biar akselerasinya lebih cepat, sehingga APBN bisa jadi batu landasan kuat di tengah pelemahan permintaan," kata Tauhid.

Dihubungi terpisah, Pengamat Ekonomi dari Universitas Katolik Atmajaya Jakarta, Yohanes B Suhartoko, mengatakan harus diakui kemampuan APBN sebagai shock absorber akan melemah karena defisit APBN akan kembali ke maksimum tiga persen produk domestik bruto (PDB).

Namun demikian, masih bisa dioptimalkan dengan cara realokasi anggaran ke pos-pos yang mendorong pertumbuhan ekonomi jangka pendek baik dari sisi mendorong permintaan agregat maupun penawaran agregat.

Selain itu, pengalaman penggunaan anggaran kementerian dan lembaga saat ini biasanya terjadi pada akhir akhir tahun anggaran. "Ini menunjukkan bahwa kementerian dan lembaga tidak mempunyai perencanaan yang matang, sense of crisis-nya rendah," tegas Suhartoko.

Oleh karena itu, implementasi penggunaan anggaran perlu dipikirkan sejak dini. Kalau perencanaan sudah lebih baik, tinggal memperkuat pengawasan guna mengurangi kebocoran agar fungsi APBN sebagai shock absorber semakin efektif dan efisien.

Sementara itu, Pakar Ekonomi dari Universitas Surabaya (Ubaya), Wibisono Hardjopranoto, mengatakan APBN sebagai peredam kejut di tengah potensi pelemahan ekonomi sudah merupakan salah satu fungsi pokok anggaran yaitu stabilisasi.

"Artinya, APBN digunakan untuk menjaga keseimbangan ekonomi di masyarakat melalui intervensi untuk mencegah inflasi. Dengan ancaman resesi, APBN bisa disalurkan ke masyarakat dengan berbagai macam cara, baik bansos, bantuan kesehatan, hingga program padat karya guna menekan pengangguran sekaligus menjaga daya beli masyarakat," kata Wibisono.

Baca Juga: