BPJS Kesehatan tercatat memiliki utang jatuh tempo sebesar 14 triliun rupiah kepada seluruh mitra Rumah Sakit (RS) di Indonesia. Utang itu jatuh tempo pada 31 Desember 2019 lalu.
Eks PT Akses (Persero) itu menyebut utang jatuh tempo dialihkan pembayarannya alias carry over pada 2020. Para direksi BPJS Kesehatan yakin utang carry over itu dapat dilunasi tahun ini juga dengan catatan penyesuaian tarif berjalan lancar.
Sayangnya, Mahkamah Agung telah membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Kenaikan iuran sejak 1 Januari 2020 tidak lagi berlaku. Daftar iuran yang dianulir yaitu 42 ribu rupiah untuk peserta Kelas III, 110 ribu rupiah untuk Kelas II, dan 160 ribu rupiah untuk Kelas I. Sehingga, iuran yang berlaku kembali merujuk pada aturan sebelumnya yaitu Perpres 82 Tahun 2018. Rincian iuran lama tersebut yaitu 25.500 rupiah untuk Kelas III, 51 ribu rupiah untuk Kelas II, dan 80 ribu rupiah untuk Kelas I.
Untuk mengupas kekisruhan keuangan BPJS Kesehatan itu, Koran Jakarta mewawancarai Wakil Ketua Komisi IX, Emanuel Melkiades Laka Lena, pekan lalu. Berikut petikan wawancaranya.
Apa tanggapan Anda perihal putusan MA yang membatalkan kenaikan iuran BPJS?
Prinsipnya, BPJS Kesehatan harus mengikuti putusan MA, harus kita terima sebagai sebuah keputusan hukum. Tentu putusan tersebut sudah dalam berbagai pertimbangan oleh MA. Nah, putusan MA ini sebagai negara hukum harus kita hormati dan jalankan bersama.
Apakah Komisi IX DPR setuju dengan putusan MA?
DPR akan menyesuaikan dengan putusan MA. Ini sejalan dengan apa yang menjadi semangat dari Komisi IX bahwa kita harus memberikan perhatian terhadap kelompok paling miskin di negeri ini. Mereka harus mendapat perhatian khusus dari luar yang memang itu sudah ditangani pemerintah melalui Penerima Bantuan Iuran (PBI) ya. BPJS ini sistem jaminan sosial nasional yang merujuk kepada sila ke-5, yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Artinya, pemerintah menyiapkan uang sejumlah tertentu itu untuk membayar. Jadi, urusan BPJS Kesehatan ini jangan dihitung cuma masalah angka-angka aja. Ini urusan sila ke-5 yang dalam hal ini MA sudah mau ingatkan kepada kita semua.
Mengingat tunggakan BPJS sebesar 14 triliun, apa yang perlu dilakukan oleh seluruh stakeholder untuk mencari solusi dari persoalan tersebut?
Saya kira yang mendasar adalah kita harus menunggu bagaimana BPJS Kesehatan, Kemenkes, Kementerian Keuangan, dan Dewan Pengawas BPJS Kesehatan, termasuk juga Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN). Kemudian, kami berharap pemerintah dan DPR segera duduk bersama membahas soal hal ini. Merancang kembali dan mendesain ulang cara memperbaiki sistem jaminan sosial nasional. Khususnya dalam aspek kesehatan atau jaminan kesehatan nasional. Ini menjadi momentum.
Tujuannya agar berbagai aspek yang selama ini menjadi persoalan yang selalu dibahas Komisi IX itu terkait kepesertaan, pembiayaan layanan yang diperoleh, dan sebagainya bisa betul-betul dituntaskan. Ini harus menjadi sebuah penyelesaian yang mendasar, komprehensif, dan berjangka panjang. Dengan demikian, bicara kenaikan harus betul-betul menjadi momentum kita untuk membenahi sistem jaminan sosial nasional secara umum, khususnya jaminan kesehatan nasional akan kita atur menjadi lebih baik lagi.gadis saktika/P-4