Kelompok etnis bersenjata Myanmar pada akhir pekan lalu mengklaim bahwa mereka telah berhasil merebut beberapa posko militer terdepan dalam serangan terhadap pasukan junta di bagian utara negara.

YANGON - Kelompok etnis bersenjata Myanmar pada Sabtu (4/11) mengklaim bahwa mereka telah berhasil merebut beberapa posko militer terdepan pada Sabtu ketika mereka melancarkan serangan terhadap pasukan junta di bagian utara negara itu, kata laporan media lokal.

Pertempuran telah meningkat di sebagian besar wilayah Negara Bagian Shan utara dekat perbatasan Tiongkok sepanjang pekan lalu dan hal ini memaksa lebih dari 23.000 orang meninggalkan rumah mereka, menurut PBB.

Tentara Aliansi Demokratik Nasional Myanmar (MNDAA), Tentara Pembebasan Nasional Ta'ang (TNLA) dan Tentara Arakan (AA) mengatakan mereka telah merebut puluhan posko militer terdepan dan empat kota serta memblokir jalur perdagangan penting ke Tiongkok.

Laporan media lokal mengatakan para pejuang TNLA pada Sabtu merebut lagi dua posko militer terdepan yang dikuasai oleh milisi pro-militer di dekat Lashio, kota terbesar di Negara Bagian Shan utara yang merupakan markas bagi komando militer timur laut. SedangkanMNDAA mengatakan pihaknya telah merebut tiga posko militer di wilayah timur.

Junta belum memberikan komentar mengenai bentrokan yang terjadi pada hari Sabtu, namun pada Kamis (2/11) lalu, seorang juru bicara menolak klaim propaganda bahwa aliansi tersebut telah berhasil merebut beberapa kota di Negara Bagian Shan.

Junta pada Sabtu juga mengatakan Tentara Kemerdekaan Kachin (KIA), kelompok etnis bersenjata lainnya yang berbasis di negara bagian tetangga Kachin, telah bergabung dalam serangan terhadap pasukannya, dan mereka akan membalas.

Media lokal melaporkan junta telah menembaki kota terpencil Laiza di perbatasan Tiongkok, yang merupakan lokasi markas besar KIA.

Sumpah Junta

Akhir pekan lalu, pemimpin junta, Min Aung Hlaing, bersumpah bahwa pasukan militernya akan melancarkan serangan balik terhadap kelompok tersebut.

Di sisi lain perbatasan, tim jurnalis AFP dihentikan pada Sabtu di Provinsi Yunnan, Tiongkok, di sebuah pos pemeriksaan permanen polisi sekitar 50 kilometer di atas lembah dari perbatasan Kota Chinshwehaw, yang menurut militer Myanmar pada Rabu (1/11) lalu telah kehilangan kendali atas wilayah tersebut.

Polisi Tiongkok mengatakan hanya orang-orang yang tinggal di luar pos pemeriksaan atau orang lain yang telah mendapat izin khusus yang bisa lewat, karena kekhawatiran keamanan baru-baru ini mengenai bentrokan yang sedang berlangsung di seberang perbatasan.

"Kami sekarang berada dalam keadaan khusus," kata seorang petugas kepada AFP. "Kecuali jika diperlukan, tidak ada yang bisa masuk," imbuh dia.

Daerah perbatasan Myanmar adalah markas bagi lebih dari selusin kelompok etnis bersenjata, beberapa di antaranya telah berperang melawan militer selama beberapa dekade.

AA, MNDAA dan TNLA mengatakan pihak militer telah menderita puluhan orang tewas, terluka dan ditangkap sejak Jumat (3/11) lalu. Namun karena letaknya yang terpencil di kawasan hutan yang terjal dan komunikasi yang tidak merata, membuat sulit untuk memverifikasi korban jiwa dalam pertempuran tersebut. AFP/I-1

Baca Juga: