YANGON - Pejuang etnis minoritas Myanmar pada Rabu (10/7) mengatakan bahwa mereka telah merebut sebuah kota di sepanjang jalan raya perdagangan utama ke Tiongkok setelah bentrokan selama berhari-hari. Klaim ini merupakan pukulan lain terhadap junta militer yang berkuasa.

Sejak akhir bulan lalu, Negara Bagian Shan di bagian utara telah diguncang oleh pertempuran ketika aliansi kelompok etnis bersenjata memperbarui serangan terhadap militer di sepanjang jalan raya menuju Provinsi Yunnan, Tiongkok.

Bentrokan tersebut telah menghancurkan gencatan senjata yang ditengahi Beijing yang pada Januari menghentikan serangan aliansi Tentara Arakan (AA), Tentara Aliansi Demokratik Nasional Myanmar (MNDAA) dan Tentara Pembebasan Nasional Ta'ang (TNLA).

"Kota Naungcho sepenuhnya milik kami," kata Jenderal Tar Bhone Kyaw dari TNLA.

Sebelumnya pada Rabu, sumber militer mengatakan kepada AFP bahwa pejuang etnis minoritas telah menguasai sebagian besar kota tersebut. AFP tidak dapat menghubungi juru bicara junta untuk memberikan komentar terkait hal ini.

Naungcho berjarak sekitar 50 kilometer (30 mil) dari Pyin Oo Lwin yang merupakan lokasi akademi pelatihan perwira elit militer.

"Pejuang TNLA juga berada di dalam Kota Lashio, tempat bagi komando wilayah timur laut junta," kata TNLA. "Pasukan kami sempat merebut komando batalion di dekat kota itu, namun terpaksa mundur ketika militer melancarkan serangan udara," kata Tar Bhone Kyaw.

Pada Selasa (9/7) lalu junta mengatakan 18 warga sipil di Lashio tewas dan 24 lainnya luka-luka dalam serangan penembakan, roket, dan drone oleh aliansi tersebut. Namun menurut penduduk, militer yang telah melakukan beberapa serangan udara di sekitar kota berpenduduk sekitar 150.000 orang itu.

Mengungsi

Akibat serangan itu, penduduk Lashio berupaya mengungsi dengan mobil yang sarat barang-barang dan melewati jalan tanah berlubang yang digenangi air karena musim hujan dalam upaya untuk melarikan diri dari pertempuran. Pada Senin (8/7) terpantau ada sekitar 45 orang berjejal di atas perahu yang membawa mereka menyeberangi sungai yang meluap karena hujan monsun.

Daerah perbatasan Myanmar adalah rumah bagi berbagai kelompok etnis bersenjata yang berjuang melawan militer sejak kemerdekaan dari Inggris pada tahun 1948 untuk mendapatkan otonomi dan kendali atas sumber daya yang menguntungkan. AFP/I-1

Baca Juga: