JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah mengkaji prospek dan kelayakan Hak Kekayaan Intelektual (HaKI) menjadi jaminan kredit ke bank. Pasalnya, isu hak kekayaan intelektual (HaKI) bisa menjadi penghalang rencana penggunaan konten atau akun YouTube sebagai agunan kredit di bank dan lembaga keuangan nonbank.

"Saat ini masih dalam kajian OJK, khususnya terkait masalah valuasi, ketersediaan secondary market, appraisal untuk likuidasi HKI, dan infrastruktur hukum eksekusi HKI," kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, dalam keterangan di Jakarta, Senin (25/7).

Menurut Dian, saat ini ekosistem HKI di pasar sekunder masih belum cukup kuat dan mekanisme penentuan valuasi sebuah HKI masih terbatas. "Sedangkan bank harus mengetahui berapa nilai dari barang jaminan kredit, sehingga dibutuhkan peran pemerintah dan pihak terkait untuk meng-address isu tersebut," ujar Dian.

Dia menyampaikan kegiatan pemberian kredit atau pembiayaan sepenuhnya merupakan kewenangan bank berdasarkan hasil penilaian terhadap calon debitur. "Adapun agunan atau jaminan dalam penyediaan dana, baik berupa kredit atau pembiayaan bersifat opsional tergantung dari risk appetite bank terhadap skema dan jenis kredit serta kapasitas calon debiturnya," kata Dian.

Dian menambahkan, setiap bank pasti memiliki kriteria pemberian kredit masing-masing dalam proses pengajuan dan persetujuan kredit. Salah satu yang biasanya ada dalam Risk Acceptance Criteria bank ialah prospek usaha dan kapasitas membayar calon debitur.

"Credit Scoring"

Selain itu, bank juga memiliki credit scoring yang dapat digunakan untuk menganalisa kemampuan bayar calon debitur. "Selama calon debitur memenuhi kriteria yang ditetapkan bank dan dalam rentang risk appetite bank tersebut, maka kredit dapat dipertimbangkan untuk disetujui," ujar Dian.

Sebelumnya Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H. Laoly, menyebutkan pelaku ekonomi kreatif (ekraf) bisa mendapatkan pembiayaan dari bank dan lembaga keuangan non bank dengan menjadikan Kekayaan Intelektual (KI) sebagai jaminan. Hal itu telah diatur dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 24 tahun 2022 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2019 tentang Ekonomi Kreatif.

Sementara itu, sejumlah pihak masih mempertanyakan legalitas penggunaan konten YouTube sebagai agunan serta penetapan valuasi konten atau akun yang akan dijadikan jaminan, serta penetapan plafon pinjaman.

"Sebenarnya ini menyangkut HaKI, kalau film dan lagu di negara barat sudah bisa jadi jaminan. Masalahnya adalah perlindungan hak cipta di Indonesia masih lemah. Nah, ini yang dikhawatirkan akan melenceng dari sistem yang ada di negara lain," kata Pengamat Ekonomi Digital dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Nailul Huda, di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Nailul mencontohkan dengan menjadikan sebuah film sebagai jaminan pinjaman ke lembaga keuangan. Namun, karena banyak versi bajakan dari film tersebut yang beredar di pasar, nilai dari film tersebut akan terus turun.

Baca Juga: