JENEWA - Kelangkaan atas akses sumber air bersih bagi rumah tangga yang dialami dua dari lima orang di dunia saat ini telah mengganggu upaya penanggulangan pandemi virus korona. Pernyataan ini disampaikan pihak Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organisation/WHO) pada Senin (10/8).

"Upaya sering mencuci tangan secara cermat adalah salah satu tindakan paling efektif dalam membatasi penyebaran virus karena jalur utama penularannya adalah melalui percikan liur (droplet) dan kontak langsung," demikian menurut WHO.

Namun tindakan yang amat sederhana itu sulit dilaksanakan karena saat ini ada sekitar tiga miliar orang tidak memiliki akses ke air mengalir dan sabun di rumah, dan empat miliar orang menderita kelangkaan air yang amat parah setidaknya satu bulan dalam setahun, ungkap kelompok yang bernaung di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), UN-Water.

Menurut ketua UN-Water, Gilbert F Houngbo, dalam sebuah sesi wawancara mengatakan bahwa kelangkaan sumber air bersih merupakan situasi bencana bagi orang-orang yang hidup tanpa akses ke air bersih dan sanitasi yang dikelola dengan aman.

"Kurangnya investasi yang kronis telah membuat miliaran orang rentan, dan kita sekarang ini bisa melihat konsekuensinya," kata Houngbo.

Penundaan investasi selama bertahun-tahun bagi ketersediaan air bersih dan sanitasi saat ini telah menyebabkan semua orang dalam risiko setelah virus menyebar di negara-negara maju dan berkembang yang menghasilkan siklus infeksi dan infeksi ulang.

"Menurut PBB, dunia membutuhkan dana sebesar 6,7 triliun dollar AS untuk pembangunan infrastruktur air pada 2030. Semua ini tak hanya untuk kebutuhan sanitasi yang mendesak, tetapi juga untuk mengatasi masalah jangka panjang dari pandemi seperti menyediakan irigasi yang lebih baik untuk mengantisipasi potensi krisis pangan," ucap Houngbo.

Terkait kekhawatiran PBB ini, beberapa perusahaan telah turun tangan untuk mencarikan solusi bagi masalah-masalah yang paling mendesak. Kelompok perusahaan Jepang, Lixil, yang memiliki produk bermerek American Standard dan Grohe misalnya. Perusahaan ini telah menjalin kerja sama dengan United Nations Children's Fund (UNICEF) dan mitra lainnya untuk membuat gadget cuci tangan tanpa jaringan pendukung aliran air, karena gadget itu telah dilengkapi wadah galon menampung air.

Dengan modal dana 1 juta dollar AS, bisa membeli 500 ribu unit gadget ini untuk disumbangkan ke negara India dimana gadget itu bisa dipergunakan oleh sekitar 2,5 juta orang.

Ungkap Ketimpangan

Kurangnya akses pada air dan sanitasi yang mendasar adalah salah satu contoh efek mematikan dari ketimpangan yang terekspos oleh pandemi.

"Dampak kesalahan pengelolaan air dirasakan secara tak proporsional oleh masyarakat miskin, yang lebih cenderung mengandalkan pertanian tadah hujan untuk makanan dan paling berisiko terhadap air yang terkontaminasi dan sanitasi yang tidak memadai," demikian pernyataan Bank Dunia.

Masyarakat kurang mampu di kota juga sangat rentan karena mereka kebanyakan tinggal di daerah padat penduduk di mana berbagi sumber air serta jarak sosial sulit diterapkan.

Menurut sebuah perkiraan, setiap kenaikan suhu akibat pemanasan global, akan menyebabkan sekitar 7 persen populasi dunia mengalami penurunan sumber daya air terbarukan setidaknya 20 persen. Sementara langkah untuk membatasi pemanasan hingga 1,5 derajat Celsius, bahkan bisa dapat mengurangi tekanan bagi kebutuhan atas air akibat iklim, sebanyak 50 persen. AFP/Bloomberg/I-1

Baca Juga: