JINAN - Setelah berminggu-minggu dilanda cuaca panas terik dan sedikit hujan, Zhang Yunjing, seorang petani, merasa tidak punya pilihan selain mengambil air dari pipa air limbah untuk mengairi ladang jagungnya yang kering di Provinsi Shandong, Tiongkok timur.

Zhang biasanya menggunakan air dari sungai terdekat untuk lahan seluas setengah hektare, tetapi lahan tersebut mengering sebulan yang lalu. "Tidak ada air. Lihat, orang-orang pergi ke desa lain untuk mengambil air. Benih tidak akan tumbuh tanpa air," kata Zhang, baru-baru ini.

Dikutip dari The Straits Times, suhu tertinggi yang mencapai rekor telah melanda wilayah barat laut dan timur Tiongkok, wilayah penghasil biji-bijian utama, selama musim tanam jagung yang penting, sehingga mengancam penurunan produksi di negara produsen dan konsumen biji-bijian terbesar kedua di dunia tersebut.

Tiongkok, yang juga merupakan importir jagung nomor satu di dunia, menghasilkan rekor produksi sebesar 288,8 juta metrik ton pada tahun 2023 dan berencana untuk menanam lebih banyak lagi guna mencapai ketahanan pangan, namun guncangan iklim menimbulkan tantangan besar.

Kementerian Pertanian pekan lalu memperingatkan kekeringan berdampak pada penanaman dan pertumbuhan tanaman baru. Beijing telah mengalokasikan 443 juta yuan untuk upaya pencegahan kekeringan, seperti penyiraman, penanaman kembali, dan penambahan pupuk di tujuh provinsi.

Produksi biji-bijian yang lebih rendah di negara pengimpor sereal utama dunia ini akan mendorong pembelian lebih tinggi dari negara-negara eksportir, seperti Brasil, Amerika Serikat, dan Argentina sehingga menopang harga global dan inflasi pangan.

Tujuh provinsi yang dilanda kekeringan menyumbang sekitar 35 persen produksi jagung Tiongkok, meskipun beberapa daerah kemungkinan besar akan terhindar dari kerusakan parah karena mempunyai kapasitas irigasi.

Panen Gandum

Cuaca panas melanda Shandong, sebuah provinsi pertanian besar, tepat ketika para petani sedang menyelesaikan panen gandum mereka, sehingga merusak beberapa biji-bijian yang sudah matang.

Shandong telah menanam lebih dari 3,32 juta hektare jagung pada musim ini, serta 78.000 hektare tanaman sela jagung dan kacang kedelai. Bandingkan dengan 3,29 juta hektare jagung dan 79.933 hektare tanaman sela yang ditanam pada waktu yang sama pada tahun 2023.

Di dekat Ibu Kota Jinan, para petani menemukan cara untuk mengurangi kekeringan saat mereka mulai menanam jagung. Beberapa petani mengatakan mereka menunda penanaman untuk menghindari panas yang menyengat, namun mereka masih memperkirakan panen yang buruk pada tahun 2024.

Meskipun menunda penanaman jagung dari tanggal 5 Juni hingga 20 Juni, petani Chen Fuling mengatakan benihnya akan kesulitan untuk bertunas karena tanah kering. "Kami tidak akan mendapatkan panen yang baik tahun ini," katanya.

Beberapa bibit yang sudah bertunas menunjukkan tanda-tanda stres akibat panas. "Tidak ada air di sungai. Saya hanya bisa mencampurkan pestisida dengan air keran," kata petani Wang Cuiping.

Kementerian Manajemen Darurat Tiongkok, telah meminta masyarakat di wilayah yang dilanda kekeringan, termasuk Shaanxi di barat laut, Hebei dan Shanxi utara, Anhui dan Shandong timur, serta Henan tengah, untuk melindungi produksi air dan pangan.

Para analis mengatakan kekeringan ini, jika berkepanjangan, akan berdampak pada bibit yang baru muncul, namun kekhawatiran yang lebih besar adalah pola cuaca La Nina yang akan datang yang biasanya membawa hujan deras ke wilayah tersebut dan dapat merusak tanaman.

Baca Juga: