JAKARTA - Penurunan kekerasan seksual terjadi dalam kurun waktu tiga tahun terakhir. Meski begitu, Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS), masih butuh disahkan. Demikian disampaikan Deputi Perlindungan Anak, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Nahar, usai Rapat Tingkat Menteri (RTM) terkait Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual Anak, di Jakarta, Rabu (12/1).

"Perlu undang-undang sehingga perlindungan bagi korban lebih bagus," ujarnya. Dia mengatakan, meski prevalensi kekerasan seksual terjadi dalam tiga tahun terakhir, tapi angkanya masih tinggi. Dia menyebut, modus dan kasus kekerasan seksual semakin ekstrem dan mengerikan. Pengesahan RUU TPKS mampu menjawab itu sekaligus memberi perlindungan lebih bagi korban.

"Sekarang itu, masih normatif sehingga perlindungan korban perlu ditingkatkan. Jadi kasus berubah dan itu perlu dijawab UU," tandasnya.

Sementara itu, Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), muhadjir Effendy, menegaskan, pemerintah berkomitmen memerangi dan mencegah kasus-kasus kejahatan seksual terhadap anak. Menurutnya, pemerintah telah menetapkan berbagai peraturan perundang-undangan yang cukup termasuk produk turunannya.

Dia mengakui, sejak 2018 sampai 2021 telah terjadi penurunan prevalensi kekerasan seksual sekitar 24 persen. Meski begitu, secara absolut jumlahnya masih besar dan dampak terhadap korban masih belum tertangani dengan baik.

"Yang sangat penting adalah implementasi dari peraturan dan perundangan yang ada serta komitmen dan koordinasi antar lembaga pemerintah pusat dan daerah serta penguatan dan unit-unit perlindungan yang terkait dengan perlindungan anak," tambahnya.

Dia menekankan, isu kekerasan seksual terhadap anak menjadi isu utama dalam Pembangunan Manusia dan Kebudayaan. Presiden Joko Widodo juga mengarahkan kementerian atau lembaga bertanggung jawab segera memberikan langkah konkret dalam upaya pencegahan dan penanganan kekerasan seksual pada anak ini.

"Bapak Presiden memberikan arahan agar memprioritaskan aksi pencegahan kekerasan pada anak, mereformasi managemen penanganan kasus, dan layanan pendampingan bantuan hukum serta layanan rehabilitasi mental maupun sosial dan reintegrasi sosial," paparnya.

Dia menyebut, di tingkat desa, peran desa dan pemerintah desa sangat strategis. Terutama dalam upaya pencegahan dan penanganan kejahatan seksual terhadap anak melalui SDG's Desa."Kita tahu bahwa ada 18 target SDG's di antaranya adalah masalah desa ramah anak kemudian perlindungan terhadap kekerasan terhadap anak perempuan dan kekerasan terhadap anak secara umum," katanya.

Baca Juga: