SERANG - Wakil Menteri Keuangan II, Thomas Djiwandono mengatakan pemerintah ke depan perlu mencari sumber baru pertumbuhan ekonomi guna mengejar target sebesar 5,2 persen. Target pertumbuhan tersebut sama dengan asumsi makro APBN 2024.
"Saat ini pemerintah tengah mencari sektor-sektor yang berpotensi memacu pertumbuhan ekonomi ke depan," ujar Wamenkeu II dalam Media Gathering Kementerian Keuangan 2024 di Serang, Banten, Rabu (25/9).
Pekan lalu, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2025 menjadi UU APBN 2025 dalam Rapat Paripurna Pembicaraan Tingkat II atau Pengambilan Keputusan terhadap RUU tentang APBN Tahun Anggaran 2025 di Jakarta, Kamis (19/9).
Pendapatan negara diperkirakan mencapai Rp3.005,1 triliun didukung oleh penerimaan perpajakan sebesar Rp2.490,9 triliun dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp513,6 triliun.
Besaran ini adalah pertama kalinya terjadi bahwa pendapatan negara tembus Rp3.000 triliun.
Dari sisi pengeluaran, belanja Kementerian/ Lembaga (K/L) pada 2025 mencapai Rp1.160,1 triliun. Berikutnya, Transfer ke Daerah (TkD) sebesar Rp919,9 triliun ditujukan untuk mendukung akselerasi pertumbuhan ekonomi daerah.
Sementara, total belanja negara pada 2025 mencapai sebesar Rp3.621,3 triliun, termasuk sebesar Rp1.541,4 triliun belanja non-K/L pada belanja pemerintah pusat. Defisit APBN 2025 ditetapkan sebesar 2,53 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) atau sebesar Rp616,2 triliun.
Pembiayaan utang sebesar Rp775,9 triliun dikelola secara pruden dan berkelanjutan dengan pengendalian risiko dalam batas manageable. Pembiayaan investasi pada 2025 sebesar Rp154,5 triliun, dilaksanakan secara selektif dan intensif, termasuk dalam pemberian Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada BUMN dan Badan Layanan Umum (BLU) dengan tata kelola yang baik agar efisien dan produktif.
Untuk asumsi dasar ekonomi makro APBN Tahun Anggaran 2025, disepakati pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2 persen, inflasi terkendali sebesar 2,5 persen, nilai tukar rupiah sebesar Rp16.000 per dolar AS, suku bunga SBN 10 tahun sebesar 7,0 persen, Indonesian Crude Oil Price (ICP) sebesar US$82/Barel, dan lifting minyak sebesar 605 ribu barel per hari dan lifting gas sebesar 1,005 juta barel setara minyak per hari.
Tingkat kemiskinan diproyeksikan terus turun ke kisaran 7,0-8,0 persen dan tingkat kemiskinan ekstrem terus dijaga pada tingkat 0 persen, tingkat pengangguran terbuka diproyeksikan pada kisaran 4,5-5,0 persen, dan tingkat ketimpangan atau rasio gini turun ke kisaran 0,379-0,382.